PERANAN PEMETAAN DATABASE PULAU PULAU KECIL
E.1.
Pendekatan dan Metodologi
E.1.1. Pendekatan
Pulau-pulau kecil
merupakan kawasan yang memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi
bisnis-bisnis potensial yang berbasis pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata,
industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan. Kawasan
ini menyadiakan semberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan dari
kekayaan ekosistemnya (ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan terumbu karang
beserta biota yang hidup di dalamnya), media komunikasi, kawasan rekreasi,
pariwisata, konservasi, dan jenis pemanfaatan lainnya. Di Indonesia, potensi sumber daya
pesisir dan laut sangat beragam baik dari segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya
dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Negara
Indonesia.
Permasalahan yang
dihadapi saat ini adalah belum adanya data tentang potensi yang dimiliki suatu
pulau atau kawasan kepulauan secara menyeluruh dan komprehensif. Sehingga
menyulitkan pihak pemangku kepentingan atau stakeholder untuk mengambil suatu
keputusan dalam rangka pengembangan potensi pulau-pulau kecil tersebut. Solusinya
adalah dengan melakukan kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau
kecil, agar tersediadata dan peta potensi pulau-pulau kecil secara akurat.
Pulau-pulau kecil
yang akan dilakukan identifikasi Potensi dan Pemetaan diproritaskan dulu kepada
pulau yang secara data awal menunjukkan indikasi dapat dikembangkan karena
keterbatasan dana, dan secara bertahap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data
tentang potensi pulau-pulau kecil.
Tersedianya data dan
peta potensi pulau-pulau kecil yang akurat akan memberikan kemudahan bagi
pemangku kepentingan atau stakeholder dalam mengambil keputusan untuk melakukan
kegiatan pengembangan pulau-pulau kecil tersebut.
Provinsi Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk mengoptimalkan upaya pengembangan/eksploitasi
sumberdaya pesisir tersebut, perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, yang
berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdaya serta untuk
mengetahui kesesuaian ekologis setempat terhadap upaya eksploitasi.
Inventarisasi sumberdaya pesisir dan pantai diharapkan dapat memberikan
sejumlah informasi dasar yang berguna untuk proses penataan dan pengelolaan
kawasan pantai dan pasisir sebagai bagian dari Pengelolaan Kawasan Pantai
Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Management/ICZM).
Dalam rangka menyusun
peta potensi pulau-pulau kecil yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara dan Maluku maka dilakukan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
a.
Pendekatan
Sistem
Memandang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagai satu kesatuan (entity)
yang utuh, yang di dalamnya terdapat sub sistem yang saling berhubungan satu
sama lain, yaitu sub sistem alam (natural
sub-system) dan sub sistem manusia (human
sub-system), dengan elemen dan fungsinya masing-masing.
b.
Pendekatan
Keterpaduan dan Holistik
Mengelola potensi sumberdaya kelautan dengan
baik, membutuhkan penerapan program secara terpadu. Hal ini berarti bagaimana
setiap sub sistem beserta potensinya
dapat berfungsi dengan optimal dan saling mendukung (konstruktif), tidak saling
menghambat dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
Pendekatan ini memandang bahwa keberadaan
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
tidaklah berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling terkait satu dengan lainnya.
Pendekatan ini berorientasi pada proses evaluasi konsistensi keberadaan jenis
data pada karakteristik lingkungan yang mempengaruhi keberadaan data tersebut
berdasarkan pada pemahaman antara keterkaitan antara satu komponen data dengan
lainnya. Untuk itu, sebelum pelaksanaan pengumpulan data dan survei lapangan,
terlebih dahulu diperlukan pengenalan awal tentang kondisi lokasi pesisir dan pula-pualu
kecil yang akan diamati.
Pengenalan awal kondisi lokasi dapat
memberikan pemahaman tentang jenis potensi sumberdaya yang ada dan mungkin ada
di lokasi. Salah satu cara mengetahui keberadaan potensi sumberdaya tersebut
secara awal adalah dengan melihat keterkaitan antara karakteristik geofisik
dengan ekosistem, serta antara karakteristik sosial budaya masyarakat dengan
pola pemanfataan sumberdaya yang ada. Dari sisi
pemanfaatan ruang, pengenalan awal ini akan membantu memberikan
informasi tentang pola dan distribusi penggunaan lahan dalam segala bentuknya,
seperti permukiman, pertambakan, dan budidaya laut.
Dengan cara pandang terintegrasi dan
holiostik ini dalam melakukan pengambilan data dan analisis, maka diharapkan
semua komponen sumberdaya yang ada di lokasi kegiatan dapat dimasukkan sebagai
komponen yang perlu dikumpulkan datanya.
c.
Pendekatan
Partisipatif dan Kemitraan
Melibatkan masyarakat dan stakeholders sejak
awal menjadi sangat penting dalam paradigma pembangunan dewasa ini. Hal ini
dikenal sebagai pendekatan partisipatif.
Di samping itu masyarakat ditempatkan tidak lagi sebagai obyek
pembangunan,namun sebagai subyek pembangunan. Ini berarti masyarakat
ditempatkan dalam posisi yang sederajat sebagai mitra pemerintah dan memiliki
akses untuk ikut serta dalam perencanaan.
d.
Pendekatan
Keterwakilan (Populasi dan Lokasi)
Pendekatan keterwakilan Populasi dan lokasi
berarti bahwa setiap populasi dalam suatu lokasi, dan setiap spot dalam lokasi yang diamati memiliki
wakil dalam data studi. Dengan demikian,
dapat dipastikan bahwa proses analisis benar-benar telah mewakili keseluruhan
populasi serta lokasi yang diteliti.
Pendekatan ini cukup sejalan dengan
pendekatan yang pertama, dimana keduanya beorientasi pada kelengkapan data yang
akan dikumpulkan. Meskipun demikian, fokus pendekatan ini lebih berorientasi
pada proses analisis, dimana keterwakilan data dan lokasi akan mempengaruhi
hasil-hasil dalam proses analisis nantinya, terutama pada data-data yang
pengolahannya menggunakan teknik statistik.
E.2. Metode
Pelaksanaan Pekerjaan
Pekerjaan
Identifikasi dan pemetaan potensi pula-pulau kecil akan dilaksanakan dengan
tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut :
E.2.1. Persiapan
Rapat persiapan survey dilakukan di pusat sebanyak 1
kali dengan peserta sebanyak 20 orang yaitu tenaga ahli, penyelam, asisten
penyelam, staf Subdit Identifikasi Pulau-pulau Kecil, serta pihak-pihak lain
yang terlibat dalam proses survey dan penyusunan laporan. Tahapan persiapan ini terdiri dari 3 komponen,
yaitu : (1) Koordinasi Tim dan
penyiapan personil dalam tim kerja (tenaga ahli dan tenaga pendukung sesuai
dengan tata laksana personil), (2) Persiapan Administrasi, (3) dan Studi literatur sebagai awal atau referensi
untuk pelaksanaan kegiatan atau
Pre-Field
Survei (Observation). Setiap
tingkatan aktifitas ini merupakan rangkaian kegiatan persiapan yang
terintegrasi, yang dilakukan sebelum survei di lapangan untuk menghasilkan :
Gambaran Lokasi Studi dan sebagai Peta
Acuan Kerja.
E.2.1.1. Koordinasi Tim
dan Persiapan Administrasi
Untuk koordinasi tim
pelaksana dilakukan melalui Pelatihan/Training sederhana (In House Training). Ini dimaksudkan untuk pembekalan seluruh tim
pelaksana sehingga memiliki pemahaman yang sama untuk situasi di lapangan
maupun berbagai konsekuensi administrasi dan proyek.
Persiapan administrasi meliputi pemenuhan syarat-syarat administrasi
pekerjaan dan proses perizinan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Koordinasi dilakukan internal dan
eksternal. Koordinasi internal dilakukan
untuk persiapan implementasi oleh tim konsultan, dan koordinasi eksternal
dilakukan oleh tim konsultan dengan pemilik pekerjaan (Direktorat Tata Ruang laut,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
KKP).
E.2.1.2. Pre-Field Survei (Observation)
Persiapan pelaksanan
studi di lapangan terdiri dari beberapa tingkatan aktifitas, yaitu : (1) Desk
study, (2) Penyiapan data
dasar, (3) Pengolahan citra satelit, (4) Survei Lapangan, (5) Analisis data dan (6)
Penyelesaian peta potensi. Pre-field
observation sangat menentukan efektifitas, efisiensi pekerjaan dilapangan
dan komprehensifnya data dan informasi
yang akan dikaji. Berikut
penjelasan tiap-tiap aktifitas yang akan dilakukan :
(1)
Desk Study
Studi literatur adalah
penggalian data dan informasi dari berbagai referensi/literatur (laporan hasil
penelitian, makalah-makalah, informasi ilmiah, peta-peta) yang bersumber dari
sektor-sektor swasta, pemerintah, NGO’s, perguruan tinggi, dan instansi terkait
lainnya.
Pengumpulan
data sekunder dimaksudkan untuk mengidentifikasi pemanfaatan sumberdaya dan
isu-isu perencanaan, serta pengumpulan bahan peta dasar (data bentang alam laut
dan daratan) dan peta tematik sesuai skala peta yang telah ditentukan. Pengumpulan
data sekunder sebagai bahan dalam penyusunan laporan pendahuluan
Tahapan
ini diawali dengan menyiapkan peta dasar untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.
Peta dasar merupakan peta yang berisi informasi dasar kondisi pulau. Tahap
selanjutnya adalah pengolahan dan interpretasi citra satelit terhadap
interpretasi penggunaan lahan, tutupan mangrovr, dan terumbu karang yang
selanjutnya menjadi basis ground check
(2)
Penyiapan
data dasar
Jenis-jenis
data dasar serta kedalaman informasi yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi
potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan
Maluku disampaikan pada Tabel 2.1. berikut
ini :
Kebutuhan
Data
|
Skala
|
Kedalaman
Informasi
|
Sumber
|
Data
Bentang Alam Darat
|
|||
1. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
|
1 :
100.000 s.d 1 : 50.000
|
Batas
Administrasi sampai Kecamatan, Gedung dan Bangunan, Jaringan Jalan,
Pemanfaatan Lahan Existing.
|
BAKOSURTANAL
|
2. Peta Sistim Lahan dan Kesesuaian Lahan (Landsystems and Landsuitability)
|
1 :
250.000 s.d 1 : 100.000
|
Sistim
Lahan, terdiri dari :
Pantai,
Rawa, Pasut, Dataran Aluvial, Jalur Kelokan, Rawa-Rawa, Lembah Aluvial, Kipas
& Lahar, Teras-teras, Dataran;
Bentuk
Lahan, terdiri dari:
Kemiringan
Relief, Lebar Puncak, Lembah-Lembah, Jenis Batuan / Mineral Dominan, Daerah
Iklim, Kesesuaian Lahan.
|
BAKOSURTANAL
dan Departemen Pertanian
|
Citra
Satelit (Resolusi Menengah)
|
1 : 10.000
|
Citra
akuisisi terbaru dengan Skala sesuai resolusi yang dibutuhkan
|
Lapan
|
RTRW
Kabupaten
|
1 :
100.000 s.d 1 : 50.000
|
Pola
Ruang, Struktur Ruang, Arahan Pemanfaatan Ruang
|
Bappeda
Provinsi dan Kabupaten
|
Data
Bentang Alam Laut
|
|||
Peta
Lingkungan Laut Nasional (LLN) dan Lingkungan Perairan Indonesia (LPI)
|
1 :
500.000 s.d Skala 1 : 50.000
|
Garis
Pantai, Batu Karang, Terumbu, Beting Karang, Tempat Berlabuh, Menara Suar,
Dilarang Berlabuh, Garis Cakupan 12 mil laut, Stasiun Radar, Kerangka
Berbahaya, Kabel Dalam Air, Pipa Dalam Air, Sistim Pemisahan Lalulintas,
Batas Sektor, Daerah Latihan, Daerah Larangan, Terlarang, Pelampung.
|
BAKOSURTANAL
|
Peta Laut
|
Skala 1 :
100.000 sampai dengan Skala 1 : 50.000
|
Kedalaman,
Pasut, Arus, Garis Pantai, Batu Karang, Terumbu, Beting Karang, Tempat
Berlabuh, Menara Suar, Dilarang Berlabuh, Stasiun Radar, Kerangka Berbahaya,
Kabel Dalam Air, Pipa Dalam Air, Sistim Pemisahan Lalulintas, Batas Sektor,
Daerah Latihan, Daerah Larangan, dll
|
Dishidros
|
Citra Satelit (Resolusi Menengah) / Citra Landsat
ETM No Scene Path 124 row 58, Citra Landsat ETM No Scene Path 123 row 57-
dan
58, Citra Landsat ETM No Scene Path 122 row 58
|
1 : 10.000
|
Citra
akuisisi terbaru dengan Skala sesuai resolusi yang dibutuhkan
|
Lapan
|
RZWP-3-K
Kabupaten
|
1 :
100.000 sampai dengan Skala 1 : 50.000
|
Pola
Ruang, Struktur Ruang, Arahan Pemanfaatan Ruang
|
Bappeda
Kabupaten
|
Peta
Pulau-pulau di Provinsi Maluku dan Sulut
|
DISHIDROS
TNI-AL
|
||
Peta Alur
Pelayaran
|
Dishidros
|
||
Data
Geologi laut
|
Data
Primer
|
||
Dokumen
Statistik tentang kondisi geografi
|
Data
Primer / Sekunder
|
(1) Pengolahan Data Citra
Pengolahan data citra
adalah bagian penting untuk dapat menganalisa informasi kebumian melalui data
satelit penginderaan jauh.
Aplikasi-aplikasi yang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra
antara lain: pemantauan lingkungan, manajemen dan perencanaan kota dan daerah urban-rural,
manajemen sumberdaya hutan, eksplorasi mineral, pertanian dan perkebunan,
manajemen sumberdaya air, manajemen sumberdaya pesisir dan lautan, oseanografi
fisik, eksplorasi. Analisis dan interpretasi Citra Landsat untuk memperoleh
data liputan lahan.
v Prosedur pengolahan citra
Prosedur
pengolahan citra untuk interpretasi liputan lahan meliputi :
1. Import Data
Langkah awal yang dilakuan adalah import data file
kedalam format data yang diinginkan sesuai jenis data yang dipakai dalam
software. Data file tersebut disimpan
dalam bentuk magnetic tape, CD-ROM. Data
yang disimpan biasanya dalam bentuk data raster dan data vektor.
2. Menampilkan Citra
Setelah proses mengimpor data, selanjutnya adalah
menampilkan citra tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari
data yang digunakan. Apabila data/citra
tersebut memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan yang diinginkan (berawan,
bergaris, dll) maka kita tidak perlu melanjutkan proses pengolahan, dan mencari
data baru yang memiliki kualitas yang lebih baik. Terdapat beberapa cara untuk menampilkan
citra antara lain; pseudocolor display, menampilkan citra dalam bentuk hitam dan putih, biasanya hanya terdapat satu
bands/layer saja. Red-Green-Blue (RGB) yang menampilkan citra dalam
kombinasi bands. Setiap bands
ditampilkan satu layer (RGB) yang biasa disebut sebagai color composite, Hue-Saturation-Intensity
(HIS) juga menampilkan citra melalui kombinasi band. Setiap band ditempatkan satu layer (HIS), cara ini biasanya menggunakan dua jenis data yaitu
radar dan Alos.
3.
Raktifikasi
Data
Koreksi geometri dimana row dan path data citra
satelit Alos dan Landsat 7 +ETM mempunyai sistem koordinat UTM (Universal
Transverse Mercator) yang belum tentu sama dengan basemap atau sistem proyeksi
yang digunakan. Sehingga sebelum dilakukan pendugaan maka terlebih dahulu
dilakukan koreksi secara geometris berdasarkan Ground Control Point (GCP) sebagai titik kontrol/referensi. Setelah dilakukan koreksi secara geometrik,
maka kita juga melakukan koreksi secara atmosferik/radiometrik, untuk melihat
sejauh mana citra tersebut layak untuk digunakan dalam analisis. Dimana layak (clear) jika kondisi tutupan awan < 20
% sebagai acuan untuk penentuan histogram.
4.
Mosaik Citra
Mosaik citra adalah proses menggabungkan/menempelkan
atau lebih citra tumpang tindih (overlapping)
sehingga menghasilkan data citra yang representatif dan kontinyu.
5.
Penajaman Citra
(Enhancement)
Penajaman kontras dilakukan untuk mendapatkan citra yang
tajam dan jelas sehingga memudahkan proses penafsiran. Penajaman kontras ini
dilakukan dengan mengubah histogram kedalam bentuk maksimum yang diperoleh
citra Alos pada saat pencitraan.
6.
Overlay /
Komposit
Citra satelit Alos mempunyai 3 band dengan
resolusi 2,5 x 2,5 m dan Landsat 7 ETM+
mempunyai 8 band (gelombang) (cakupan per scene 185 X 185 km) dengan resolusi
30 m (multispektral). Untuk keperluan
penafsiran citra ini diperlukan beberapa band yang dikombinasikan (komposit)
sehingga memudahkan dalam proses penafsiran. Proses overlay
dilakukan untuk melihat kenampakan kombinasi band yang diinginkan dari cakupan
gelombang yang dominan ingin ditampakkan.
Kombinasi band-band ini akan sangat ditentukan oleh histogram yang set
dalam penajaman kontras yang dilakukan dengan kemampuan spektral yang mampu
diserap oleh gelombang
masing-masing band.
7.
Klasifikasi Tak
Terbimbing (Unsupervised Classification)
Klasifikasi tak terbimbing dilakukan untuk dijadikan
acuan pengkelasan dalam proses pengklasifikasian selanjutnya. Klasifikasi tak
terbimbing ini dilakukan langsung menggunakan software dan dengan pendeteksian
langsung berdasarkan gradasi warna yang terdapat pada kombinasi band yang
digunakan. Tujuan utama dilakukannya klasifikasi ini yaitu untuk mengetahui
jumlah kelas maksimum yang dapat dideteksi oleh software sehingga dalam proses pengklasifikasian selanjutnya hasil
tersebut dapat dijadikan acuan dalam penentuan jumlah kelas.
8.
Klasifikasi
Terbimbing (Supervised Classification)
Setelah hasil klasifikasi tak terbimbing didapatkan, maka
jumlah kelas untuk pengklasifikasian terawasi dapat ditentukan. Klasifikasi
terawasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel untuk setiap kelas
atau membuat training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang
di-overlay-kan kedalam citra yang ada. Setelah training sample (AOI) dibuat, maka proses klasifikasi terbimbing
dapat dilakukan.
9.
Editing
Setelah hasil klasifikasi terbimbing diubah ke dalam
format vektor, maka proses selanjutnya adalah editing. Tujuan editing adalah
untuk menghaluskan garis hasil vektorisasi serta menghilangkan poligon-poligon
yang sangat kecil, yang dalam skala pengeplotan dapat diabaikan.
10. Labelisasi
Label dari hasil pengklasifikasian terbimbing akan hilang
pada proses vektorisasi, sehingga setelah editing diperlukan labeling
ulang. Acuan yang digunakan yaitu hasil
pengklasifikasian dalam format raster.
11. Pengkelasan
Dari hasil klasifikasi tak terbimbing citra Alos dan
Landsat 7 +ETM dan dengan tiga kombinasi band yang digunakan, akan diperoleh
kelas-kelas penutupan lahan. Walaupun demikian tidak setiap wilayah atau pulau
memiliki atau menampakkan kelas-kelas tersebut.
Setelah tahapan analisis dengan Citra Alos dan Landsat 7 +ETM dilakukan, maka dilakukan ground
check ke lokasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
analisis. Hal ini penting dilakukan
untuk mendapatkan gambaran hasil analisis yang dilakukan menunjukkan kondisi
aktual dilapangan. Dilokasi dilakukan
dua proses yaitu dengan analisis secara visual kenampakan kondisi eksisting
lokasi dan yang kedua melakukan Ground
Control Point terhadap titik-titik landuse yang ada di lapangan.
v
Penentuan Lokasi
Dari hasil pengolahan data Citra akan menghasilkan peta acuan dan peta rona awal
lingkungan kawasan lokasi studi (8
pulau) yang diperuntukkan menjadi peta kerja.
Setiap rona pada peta acuan tersebut menggambarkan dan menginformasikan
tiap-tiap karakteristik biogeofisik yang berbeda dan tergambarkan secara
spasial. Dengan demikian akan sangat
membantu dalam penentuan lokasi survei dan mengobservasi lebih jauh data yang
ada, sehingga informasi kuantitatif dan kualitaf dapat dihasilkan dengan lebih
komprehensif, akurat dan efektif.
Peta acuan dan peta
rona awal dikompare dengan hasil-hasil rekomendasi bersama (stakeholders,
masyarakat dan konsultan), diharapkan akan menghasilkan peta potensi di 8 pulau. Berdasarkan batasan wilayah kajian akan ditentukan stasiun-stasiun
pengamatan untuk mengcover kebutuhan data yang mereferesentatifkan kondisi dan
karakteristik lokasi studi.
E.2.2. Survei
Lapangan
Pelaksanaan survey identifikasi dan pemetaan potensi
sumberdaya pulau-pulau kecil terdiri dari empat kegiatan yaitu pengamatan
langsung (observasi), pengukuran,
wawancara, dan pengumpulan data sekunder untuk melengkapi informasi dan
kebutuhan. Survei dilakukan
untuk mengumpulkan data sekunder
dan primer yang belum tersedia dalam rangka penyusunan katalog informasi
sumberdaya (sumberdaya alam, sumberdaya fisik/buatan, sumberdaya sosial dan
sumberdaya manusia). Survey lapang
ini dilaksanakan dalam rangka :
F
Menguji hasil
interpretasi citra, dan
F
Menambahh
informasi yang tidak dapat secara langsung diperoleh melalui citra.
Dalam
survey ini, jenis-jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Data sekunder terdiri dari kebijakan, kondisi fisik wilayah, kondisi
sosial budaya, kondisi ekonomi, kondisi pemanfaatan ruang eksisting, kondisi
ekologi serta rencana/studi terkait lainnya.
§
Kebijakan meliputi RTRW Kabupaten, RPJM
Kabupaten, Renstra Kabupaten, RIPPDA dan kebijakan lain yang terkait;
§
Kondisi fisik, menyangkut kondisi geologi/tatanan tektonik (jalur gempa , jenis
tanah dan jenis batuan), morfologi pantai (bentuk permukaan pulau, evolusi
pantai , bentuk dan tipe pantai), hidro-oceonografi
(arus pasang surut, bathimetri, kecepatan arus permukaan, Iklim dan cuaca),
keterdapatan pulau kecil (paparan benua, kelanjutan benua) dan lokasi/posisi
(pulau perbatasan, pulau terluar, pulau di perairan pedalaman);
§
Kondisi
Sosial Budaya, menyangkut sebaran dan jumlah penduduk, interaksi penduduk,
budaya & adat istiadat, sejarah sosial dan issue permasalahan sosial budaya;
§
Kondisi
Ekonomi, menyangkut PDRB, PAD, sebaran potensi ekonomi, basis ekonomi lokal,
keterkaitan ekonomi dan skala ekonomi (produksi dan pemasaran);
§
Kondisi Pemanfaatan Ruang Eksisting,
menyangkut penggunaan ruang wilayah pesisir dan laut masing-masing sektor dan
komoditi serta aspek permasalahannya;
§
Kondisi Ekologi, menyangkut sebaran biota
(endemik, langka, hampir punah, invansi), jenis dan sebaran ekosistim
(mangrove, terumbu karang, pantai berbatu) dan kondisi sumberdaya alam
(pencemaran perairan, kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove); dan
§
Rencana/studi terkait lainnya, menyangkut
daya dukung pengembangan komoditi dan kawasan, kriteria pemanfaatan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Data
primer dikumpulkan secara
sistematis melalui perekaman data (observasi, pengambilan sampling,
penghitungan, pengukuran, wawancara, kuesioner atau focus group discussion)
langsung dari sumber pertama (fenomena/objek yang diamati). Data dan Informasi yang akan dikumpulkan dalam
kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku
dan Sulut adalah sebagai berikut :
Tabel E.2. Kebutuhan
Data dan Informasi untuk Kebutuhan Identifikasi dan Pemetaan Potensi
Pulau-Pulau Kecil
Komponen Data
|
Jenis data
|
Sumber
Data
|
Teknik
Pengambilan Data
|
|
Primer
|
Sekunder
|
|||
Kebijakan
|
||||
RTRW
|
Sekunder
|
BAPPEDA Kabupaten
|
Studi Pustaka
|
|
RPJM dan Renstra
|
Sekunder
|
BAPPEDA Kabupaten
|
Studi Pustaka
|
|
Isu dan Masalah
|
Sekunder
|
BAPPEDA, Diskanla
|
Studi Pustaka
|
|
Studi Terkait
|
Sekunder
|
BAPPEDA, Diskanla, PT
|
Studi Pustaka
|
|
Kondisi Fisik Wilayah
|
||||
Geografis dan Administratif
|
Sekunder
|
BAPPEDA Kabupaten
|
Studi Pustaka
|
|
Geologi dan Morfologi
|
Sekunder
|
Dinas Pertambangan
|
Studi Pustaka
|
|
Topografi
|
Sekunder
|
Dinas Pertambangan
|
Studi Pustaka
|
|
Komponen Data
|
Jenis data
|
Sumber
Data
|
Teknik
Pengambilan Data
|
|
Primer
|
Sekunder
|
|||
Iklim dan Cuaca
|
Sekunder
|
BMKG
|
Studi Pustaka
|
|
Hidro-Oceanografi
|
||||
Pasut
|
Primer
|
Sekunder
|
Dishidros
|
Studi pustaka
|
Bathimetri
|
Primer
|
Sekunder
|
Dishidros
|
Studi pustaka
|
Arus
|
Primer
|
Sekunder
|
BMKG
|
Studi pustaka
|
Angin dan Gelombang
|
Primer
|
Sekunder
|
BMKG
|
Studi pustaka
|
Kualitas Air Laut
|
Primer
|
Pengukuran
|
Observasi
|
|
Bio-Ekologi
|
||||
Sebaran Biota (endemik, langka, hampir punah,
invasi)
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, BKSDA, Kehutanan dan Instansi terkait
|
Wawancara, Observasi, Studi Pustaka
|
Kondisi Ekosistem Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang,
lamun, lahan basah)
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, Pengukuran, Instansi
|
Wawancara, Observasi, Studi Pustaka
|
Sosial, Ekonomi dan Budaya
|
||||
Kependudukan
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, Instansi
|
Wawancara, Studi Pustaka
|
Budaya dan Adat Istiadat
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, Instansi
|
Wawancara, Studi Pustaka
|
Perekonomian
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, Instansi
|
Wawancara, Studi Pustaka
|
Sarana dan Prasarana
|
Primer
|
Sekunder
|
Responden, Instansi
|
Wawancara, Studi Pustaka
|
a. Interaksi Gelombang Elektromagnetik Pada Kolom Air
Untuk
pengolahan pemetaan substrat dasar perairan seperti terumbu karang disamping
koreksi geometrik dan radiometrik dari data citra digital masih memerlukan 1
(satu) langkah lagi pre-processing untuk menggambarkan habitat di bawah
permukaan air. Karena terumbu karang adalah obyek di bawah permukaan air, maka
langkah pre-prosesing ini menjadi langkah yang sangat diperlukan dan menjadi bagian
yang sangat penting. Ketika cahaya melakukan penetrasi ke dalam kolom air,
intensitasnya akan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman.
Proses ini dikenal sebagai atenuasi dan ini memberikan pengaruh yang besar
dalam penggunaan data remote sensing
dalam lingkungan air. Nilai spektral dari pasir pada kedalaman 3 meter akan
menjadi sangat berbeda jika berada pada kedalaman 20 meter, walaupun dalam
substrat yang sama. Nilai radiansi spektral yang terekam oleh sensor akan dipengaruhi
oleh subtrat dasar dan kedalaman.
Pada
umumnya pemetaan habitat laut memperhatikan pada pemetaan dasar perairan, dan
ini sangat berguna untuk menghilangkan pengaruh gangguan dari perbedaan kedalaman
air (Edward, 1999). Intensitas cahaya akan turun secara eksponensial bersamaan
dengan bertambahnya kedalaman melalui 2 proses yaitu absorpsi dan scattering.
Absorpsi, termasuk di dalam absorpsi adalah konversi gelombang elektromagnetik
ke dalam bentuk lain seperti sebagai panas atau tenaga kimia (dalam photosintesis).
Penyerapan ini tergantung dari panjang gelombang. Scattering, gelombang
elektromengnetik mungkin beraksi dengan partikel tersuspensi dan membelokkan
arah. Proses ini disebut scattering yang sebagian besar disebabkan oleh
partikel anorganik dan organik dan akan bertambah dengan bertambahnya sedimen
tersuspensi di dalam air (Edward, 1999).
b.
Klasifikasi Tipe
Kolom Air
Kejernihan
kolom air akan berbeda pada berbagai skala. Jerlov (1951), secara resmi membagi
tipe air laut berdasarkan atenuasinya terhadap cahaya. Lyzengga (1978, 1981)
menguraikan pendekatan berbasis citra tunggal untuk mengganti dari pengaruh variabel
kedalaman dalam pemetaan obyek dasar perairan (yang selanjutnya disebut dengan
koreksi kolom air). Beberapa metode koreksi kolom air, lebih dahulu melakukan
koreksi atmosferik m entah (Edward, 1999). Proses ini menjadi dasar dalam
pengurangan pixel gelap (dark pixel substraction). Nilai pixel yang
banyak diambil sampelnya dari daerah perairan yang dalam dan diambil nilai
rata-ratanya dan kemudian dikurangkan dengan setial pixel pada band yang dimaksud.
c.
Pembuatan Peta
Tematik dengan Sistem GIS
Pembuatan
peta tematik dengan Geo Information Sistem (Prahasta, 2001) meliputii tahapan
sebagai berikut :
Ø
Sistem desain
dan pengumpulan data;
Ø
Digitasi dan
input info;
Ø
Pembuatan dan
pengolahan data base;
Ø
Analisa
geografis dan Modeling;
Ø
Penyajian /
pengeplotan hasil;
Ø
Pelaporan dan
pengambilan keputusan;
Ø Evaluasi.
E.2.3. Analisis Data
Agar data dapat digunakan sebagai bahan informasi yang dibutuhkan untuk identifikasi
dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provisnsi Maluku dan Sulawesi
Utara, maka data mentah (raw data)
hasil pengumpulan akan dianalisis terlebih dahulu. Metode yang digunakan dalam
analisis data beragam dan disesuaikan dengan jenis masing-masing data.
1.
Iklim
Iklim
merupakan hal yang sangat penting, karena memiliki korelasi dengan beberapa
parameter fisika oseanografi. Data curah
hujan, kelembaban, suhu, ditabulasi dan dirata-ratakan untuk mendeskripsikan
dan menarasikan karakteristiknya.
Sedangkan data angin kecepatan dan arah angin (menggunakan program WRPLOT versi 6.3) untuk mendapatkan windrose-nya.
2.
Hidrooseanografi
A. Prediksi
Pasang Surut
Prediksi pasut diperoleh dari hasil software pasut yang
dikembangkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) (1998). Input
data ini berdasarkan hasil
konstanta harmonik yang diperoleh dari hasil pengamatan selama 15 hari
(piantan), yakni (So, K1,
S2, M2, O1,
P1, N2, M4,
dan MS4). Selain itu data
konstanta tersebut dapat menentukan tipe dan tanggung pasut pada daerah lokasi
studi.
A. Perhitungan
Tinggi dan Periode Gelombang
Untuk menghitung
angkutan sedimen dan prediksi perubahan garis pantai, maka perlu diketahui
karakteristik gelombang pecah, arus sejajar pantai dan sifat-sifat sedimen.
Arus sejajar pantai dapat diperoleh dari karakteristik gelombang pecah,
sedangkan gelombang pecah dihitung berdasarkan tinggi gelombang yang terjadi di
perairan dalam, tinggi gelombang di perairan dalam dihitung melalui parameter
angin permukaan dengan menggunakan metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) ((U.S. Army Corps of Engineers 2006).
Sebelum
melakukan perhitungan tinggi dan perioda gelombang, maka terlebih dahulu
dilakukan analisis data angin dan perhitungan panjang fetch. Untuk menentukan
kecepatan angin dominan, maka dilakukan pemisahan angin-angin yang dapat
membangkitkan gelombang. Menurut metode SMB, angin yang dapat membangkitkan
gelombang di laut adalah angin yang mempunyai kecepatan lebih atau sama dengan
10 knots. Kemudian dilakukan perhitungan persentase dari setiap arah pada tiap
bulan selama suatu periode pengamatan. Arah angin tersebut merupakan arah
datang gelombang. Berdasarkan orientasi garis pantai daerah penelitian, maka
arah angin yang dapat membangkitkan gelombang adalah angin yang datang dari arah
barat, barat daya
dan selatan.
1)
Koreksi terhadap angin
Data angin yang digunakan dalam rangka
prediksi gelombang adalah data angin yang diukur di darat dan data angin
pemodelan di laut. Sebelum digunakan dalam perhitungan prediksi tinggi
gelombang, maka data angin diperoleh terlebih dahulu dikoreksi. Adapun koreksi
yang dilakukan adalah :
- Koreksi ketinggian
- Koreksi kecepatan angin rata-rata untuk durasi 1 jam
- Koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut
- Koreksi stabilitas
2) Panjang fecth
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
- Angin
berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis lurus.
- Angin
berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin menyebar
dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
- Angin
mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan angin dan
ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus sudut
antara jari-jari terhadap arah angin.
- Gelombang
diabsorpsi secara sempurna di pantai.
A. Transformasi
Gelombang
Gelombang
yang merambat menuju pantai mempunyai kecepatan yang bervariasi sepanjang garis
puncak gelombang yang bergerak dengan membentuk sudut terhadap garis kedalaman
laut. Variasi kecepatan rambat gelombang ini disebabkan karena gelombang di
laut dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang di laut yang lebih dangkal.
Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar
dengan garis kontur kedalaman laut.
B. Transformasi
Gelombang Menggunakan Model RCPWave
Selain hasil analisis
dengan menggunakan persamaan empiris di atas, penelitian ini juga menggunakan
model RCPWave sebagai solusi numerik dalam penyelesaian proses transformasi
gelombang yakni untuk proses refraksi dan difraksi (Bruce et al. 1986). Model ini berisi suatu algoritma yang dapat
memperkirakan kondisi gelombang dalam surf
zone, sehingga model gelombang pecah dapat dibuat pada dua dimensi
horizontal.
Aplikasi program ini
dengan memasukkan model input data berupa tinggi, periode, dan arah gelombang
laut dalam (Ho, To, dan θo). Model input juga memasukkan spesifikasi kontur
kedalaman dasar pada grid (matriks). Variabel sudut gelombang lokal, sudut
gelombang air dalam dan sudut kontur kedalaman dalam model ini didefinisikan
pada Gambar 5.10.
Input data angin
berdasarkan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang. Jumlah grid yang
digunakan sebanyak [75,75], karena
semakin banyak grid yang dibuat
maka semakin besar tingkat ketelitiannya. Output dari model ini terdiri
dari dua, yakni FNPRNT berupa data hasil gelombang secara keseluruhan yang
terdiri dari data kedalaman, sudut gelombang, tinggi gelombang, bilangan
gelombang, dan indeks pecah gelombang pada setiap grid, dan savespec berupa data muka gelombang
dalam satu baris tertentu.
Hasil analisis dari
RCPWave ini akan divisualisasikan melalui program Surver dan ArcView untuk
memudahkan dalam analisis deskriptif.
C. Pola Arus
1) Pola Arus
Pola arus selama tiga kali
siklus pengukuran pasang surut akan digambarkan dengan software surfer. Dari
gambar yang dihasilkan ini akan diperoleh bagaimana bentuk pola arus pasang
surut di lokasi studi.
2) Kecepatan
Arus di Pantai
Kecepatan arus di pantai dihitung dengan menggunakan persamaan Longuet-Higgins
(1970) dalam CERC
(1984) yaitu:
3)
Model Pola
Arus
Model ini untuk melihat
sirkulasi arus pantai di sekitar buangan air panas (outlet). Model pola arus dibangun dengan menggunakan MIKE 21 versi 2007 yang
dikembangkan oleh DHI Water and Environment, Denmark atau SMS (Surface Modeling System). Persamaan yang digunakan pada model ini
adalah persamaan kontinuitas dan persamaan momentum dengan perata-rataan
kedalaman. Model ini menggunakan
pendekatan metode beda hingga (finite
difference) untuk menyelesaikan persamaan yang digunakan. Adapun persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1.
Analisis Data Kualitas Air
Data kualitas air yang diperoleh di
lapangan akan dianlisis dilaboratorium dengan metode stndar baku. Adapun
parameter dan metode analisis yang digunakan, sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.6, berikut:
Tabel E.4. Parameter
Kualitas Air, Sedimen dan Khlorofil Laut
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Metode Analisis
|
Peralatan
|
A.
|
Fisika
|
|||
1
|
Zat padat tersuspensi (TSS)
|
mg/l
|
Gravimetrik
|
Timbangan analitik
|
B.
|
Kimia
|
|||
1
|
COD
|
mg/l
|
Titimetrik Bauman
|
Titrasi
|
2
|
BOD5
|
mg/l
|
Titimetrik Winkler
|
Titrasi BOD
|
3
|
Amonia total
(NH3-N)
|
mg/l
|
Spektrofometrik
|
Spektrofotometer
|
4
|
Fosfat (PO4-P)
|
mg/l
|
Spektrofometrik
|
Spektrofotometer
|
5
|
Nitrat (NO3-N)
|
mg/l
|
Spektrofometrik
|
Spektrofotometer
|
6
|
Nitrit
|
mg/l
|
Spektrofometrik
|
Spektrofotometer
|
7
|
Sulfida (H2S)
|
mg/l
|
Spektrofometrik
|
Spektrofotometer
|
C
|
Sedimen dan Biologi
|
|||
Fraksi Sedimen
|
Pipet
|
Sieve Net
|
2.
Analisis Data Sedimen
Data sedimen yang diperoleh di lapangan
dianalisis dengan cara ayakan metode sieve net yang mengikuti prosedur ASTM (American Society for Testing and Material).
Kemudian data ukuran butir sedimen dihitung dengan memplot prosentase berat
kumulatif terhadap diameter sedimen pada kertas semilog. Berdasarkan plot ini,
maka dapat ditentukan nilai diameter sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan,
maka jenis sedimen di lokasi penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 5.6.
3.
Analisis Angkutan Sedimen
Menurut Grant (1943) dalam
U.S. Army Corps of Engineers (2003) angkutan sedimen di pantai merupakan hasil
kombinasi dari angkutan sedimen akibat gelombang dan angkutan sedimen akibat
arus. Dalam penelitian ini, perhitungan angkutan sedimen yang digunakan adalah
angkutan sedimen akibat gelombang dan angkutan sedimen akibat arus. Besar
angkutan sedimen akibat gelombang dapat dihitung melalui persamaan :
1.
Bio-Ekosistem
A.
Terumbu Karang
No.
|
Kondisi Terumbu Karang
|
Persentase
Tutupan Karang
Hidup (%)
|
1.
|
Sangat Bagus
|
75-100
|
2.
|
Bagus
|
50-74,9
|
3.
|
Sedang
|
25-49,9
|
4.
|
Rusak (jelek)
|
0-24,9
|
B.
Ikan Karang
Data ikan karang yang
teramati dihitung nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), keseragaman
(E) dan dominansi Simpson (C).
Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan
keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis
informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/genus ikan dalam
suatu komunitas ikan (Odum 1971). Indeks
keragaman (Odum 1971; Krebs 1985 in
Magurran 1988) dihitung dengan
rumus :
Dimana: H' = indeks keanekaragaman;
s = jumlah genus
karang;
pi = proporsi jumlah
individu pada spesies ikan.
In = Logaritma
natural (digunakan untuk komunitas ikan karena ikan merupakan biota yang mobile
(aktif bergerak), memiliki kelimpahan relatif tinggi dan preferensi habitat
tertentu.
Penentuan indeks
keanekaragaman berdasarkan kriteria berikut :
Tabel E.7. Kriteria Keanekaragaman
Populasi Ikan
Indeks
Keanekaragaman (H’)
|
Keanekaragaman
Populasi
|
£ 2.0
|
Rendah
|
2.0 < H' £ 3.0
|
Sedang
|
> 3.0
|
Tinggi
|
Indeks
keseragaman (E) akan menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam
suatu komunitas ikan. Semakin merata
penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin
meningkat.
Berikut rumus yang
digunakan :
Dengan: H' max = indeks keanekaragaman maksimum = ln S.
Penentuan
indeks keseragaman berdasarkan kriteria berikut :
Tabel E.8. Kriteri
Keseragaman untuk Menentukan Kondisi Komunitas
Indeks
Keseragaman (E)
|
Kondisi
Komunitas
|
0.0 < C £ 0.5
|
Tertekan
|
0.5 < C £ 0.75
|
Labil
|
0.75 < C £ 1.0
|
Stabil
|
Nilai indeks
keseragaman dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan
adanya dominasi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain.
Dominasi
suatu spesies (C) yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau
komunitas yang labil atau tertekan, rumusnya (Odum 1971; Simpson 1949
dalam Magurran 1988):
Penentuan
dominansi spesies (C) didasarkan kriteria seperti yang ditampilkan Tabel E.9 di bawha ini :
Tabel E.9. Dominasi Suatu Spesies
Indeks
Dominasi (E)
|
Dominasi
Spesies Ikan
|
0.0 < C £ 0.5
|
Rendah
|
0.5 < C £ 0.75
|
Sedang
|
0.75 < C £ 1.0
|
Tinggi
|
A.
Lamun
Data penutupan vegetasi lamun dapat dianalisis dengan menggunakan kategori
Braun-Blanquet (1965). Skala kategori penutupan vegetasi lamun disampaikan pada
Tabel E.10. di bawah ini :
Tabel E.10. Skala Kategori Penutupan Vegetasi Lamun
Menurut Braun-Blanquet (1965)
Skala
|
Penutupan vegetasi
lamun (%)
|
Kategori Kondisi
|
5
|
76 - 100
|
Asli/Utuh
|
4
|
51 – 75
|
Bagus
|
3
|
26 – 50
|
Sedang/Terganggu
|
2
|
5 – 25
|
Jarang/Tereksploitasi
|
1
|
0 - 4
|
Sedikit/Rusak
|
A.
Mangrove
Kerapatan Jenis (Di),
yaitu jumlah tegakan jenis I dalam suatu unit area.
Di = ni / A
Kerapatan Relatif Jenis
(RDi), yaitu perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total
tegakan seluruh jenis (Ã¥n).
RDi = (ni/Ã¥n) x 100
Frekuensi Jenis (Fi),
yaitu peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh/plot yang diamati.
Fi = pi / åp
Frekuensi Realtif Jenis
(Rfi), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi
untuk seluruh jenis (Ã¥F).
RFi = (Fi/Ã¥F) x 100
Penutupan Jenis (Ci),
yaitu luas penutupan jenis i dalam suatu unit area.
Ci = åBA / A
Penutupan Relatif Jenis
(RCi), yaitu perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas
total area penutupan untuk seluruh jenis (Ã¥C)
RCi = (Ci / åC) x 100
Jumlah nilai kerapatan
realtif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan realtif jenis
(RCi) menunjukan Indeks Nilai Penting (INP) :
INP = RDi + RFi
+ RCi
Keragaman yang
diwujudkan dalam indeks keragaman adalah suatu penggambaran yang berdasarkan
nilai penting jenis dalam komunitas. Indeks keragaman yang digunakan disini
adalah indeks keragaman Shannon (English, et al, 1994)
H’ = – Ã¥ i log Pi = – Ã¥ni / N log ni /
N
Untuk ekosistem selain
dengan pengukuran langsung juga akan dibandingkan dengan hasil analisis citra
satelit maupun data-data hasil pengukuran yang pernah dilakukan di lokasi studi
seperti data dari DKP, RTRWP atau instansi lainnya.
B.
Plankton
Kelimpahan plankton
dihitung dengan menggunakan rumus :
N = n x Oi/Op
x Vr/Vo x 1/Vs x 1/P
Keterangan : N = Kelimpahan plankton (individu/liter)
n =
Jumlah plankton yang tercacah
(individu)
Vr = Volume botol sampel
plankton hasil saringan (ml)
Vs = Jumlah air yang
disaring oleh jaring plankton (l)
Oi = Luas gelas penutup
(mm2)
Op = Luas lapangan pandang
(mm2)
Vo = Volume 1 tetes air
contoh (ml)
P =
Jumlah lapangan pandang
Keragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus :
H’ = - S pi ln pi; pi =
ni/N (Odum 1963)
Keterangan : H’ =
Indeks keragaman Shannon-Wiener
ni =
Jumlah ideks jenis ke-i
N =
Jumlah totoal individu seluruh jenis
Indeks keseragaman plankton dihitung dengan menggunakan
rumus :
E’ = H’/H’maks;
H’maks =ln S
Keterangan : E’ =
Indeks keseragaman (Evennes)
S = Jumlah
taksa/apesies/jenis
C. Metode
Pendugaan Potensi (Stock Assessment)
dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap
Pendugaan potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan
tangkap dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan
oleh Schaefer (1968), yakni dengan cara menganalisis hubungan antara upaya
penangkapan (Effort;F) dengan hasil
tangkapan persatuan upaya (Catch Per Unit
Effort;CPUE). Dari analisis tersebut akan diperoleh nilai dugaan potensi
tangkapan yang dinyatakan sebagai nilai potensi lestari maksimum berlanjut (Maximum Sustainable
Yield; MSY).
a. Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY)
Pendugaan
MSY dilakukan dengan metode Schaefer (1968) yaitu dengan cara meregresikan dugaan CPUE dengan total upaya (f). Analisis data untuk menghitung nilai MSY menggunakan rumus model Schaefer sebagai berikut :
Model Schaefer di atas menunjukkan suatu hubungan Linear
yang diperoleh dengan cara memplotkan
CPUE terhadap effort (f) sedangkan a dan b
adalah intercept
dan koefisien regresi
dari hubungan linier tersebut.
Hubungan antara
CPUE, hasil tangkapan (Catch;C) dan
upaya (Effort;t)
untuk model Schaefer sebagai berikut :
1. Hubungan antara CPUE dengan f
CPUE = a – bf
2. Hubungan antara Catch dengan f
Catch = af –
bf2
a.
Standarisasi Alat Tangkap
Untuk memperoleh jumlah upaya (effort), maka masing-masing alat tangkap dikonversi ke
alat tangkap standar yaitu melalui indeks daya tangkap (Fishing Power Index; FPI). Hal
ini dilakukan sebagai upaya standarisasi alat tangkap. Alat tangkap standar mempunyai nilai indeks daya tangkap (Fishing Power Index;
FPI) lama dengan satu, dan alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang memiliki
nilai CPUE tertinggi untuk kelompok jenisnya. Untuk pendugaan
MSY ini dipisahkan antara potensi lestari ikan pelagis dan
potensi lestari ikan demersal, data yang digunakan diperoleh dari data produksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten.
7. Analisis Potensi Kelautan, Perikanan dan
Kepariwisataan
Analisis potensi
kelautan, perikanan dan kepariwisataan, meliputi :
a)
Identifikasi obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata
yang meliputi: kegiatan-kegiatan perikanan (produksi-pengolahan-pemasaran),
jasa kelautan, ekosistem pesisir.
b)
Identifikasi kunjungan wisata ke obyek-obyek dan
lokasi-lokasi pariwisata (kegiatan perikanan, jasa kelautan dan ekosistem
pesisir).
c)
Analisis potensi pengembangan obyek-obyek dan
lokasi-lokasi pariwisata
d)
Analisiis peluang pasar wisata dan proyeksi kunjungan
wisatawan ke obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata.
e) Analisis
interaksi/hubungan antar obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata.
f)
Analisis paket kunjungan wisata ke obyek-obyek dan
lokasi-lokasi pariwisata meliputi skala atraksi dan lokasi, waktu kunjungan
wisata dan akomodasi wisata.
Setelah selesai dilakukan analisis terhadap
data pengukuran lapangan maka tahap selanjutnya adalah :
1.
Penyusunan
arahan pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil. Penyusunan arahan pemanfaatan
sumberdaya merupakan tahapan terakhit dari kegiatan identifikasi potensi dan
pemetaan pulau-pulau kecil. Arahan pemanfaatan sumberdaya merupakan hasil dari
kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau, dimana setiap bagian dari
wilayah daratan dan perairan di sekitar pulau yang berpotensi untuk
dikembangkan bagi kegiatan tertentu prtlu disusun rekomendasi pemanfaatannya
berdasarkan potensi sumberdaya yang ada
dan
2.
Arahan Pengembangan/Rencana Aksi PPK, meliputi :
pengembangan pulau-pulau kecil dari berbagai bidang
(lingkungan dan masyarakat), berupa:
§
Rehabilitasi mangrove
§
Rehabilitasi terumbu karang
§
Penanaman vegetasi pantai
§
Kebutuhan sarana dan prasarana dasar untuk
pengembangan pulau-pulau kecil
§
Kebutuhan saran produksi untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat (jenis usaha, skala usaha, tipe dan jumlah sarana
produksi)
§
Potensi pengembangan sumberdaya pulau
(optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pulau untuk meningkatkan kualitas
ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
E.2.4. Penyelesaian dan Pembuatan Peta Akhir.
Untuk penelitian ini hasil akhir berupa Peta arahan
dan identifikasi potensi sumberdaya. Proses pembuatan peta yang merupakan salah
satu output kegiatan, secara umum dibagi atas dua bagian, yakni : i). pengolahan
citra satelte, dan ii). pengolahan data spasial. Sumber data dan informasi
untuk informasi spasial ini dapat berasal dari beberapa sumber, tergantung dari
kedalaman informasi yang diinginkan. Tabel berikut menunjukkan beberapa
sumberdata untuk pemetaan yang dapat digunakan dalam rangka penyusunan data
spasial.
Data citra satelit terbagi beberapa jenis yang
masing-masing mempunyai karakteritik dan resolusi yang berbeda, resolusi citra
satelit sangat menentukan dalam proses interpretasi dan analisis data spasial.
Makin kecil resolusinya makin besar tingkat kedetailan hasil pengolahan dan
analisis data yang akan dihasilkan. Pada umumnya data kelautan, pesisir dan
pulau-pulau kecil membutuhkan citra satelit :
§
Landsat
7 ETM dan NOAA, dengan resolusi sampai 20 meter, digunakan untuk menentukan
karakteristik air laut;
§
Alos,
dengan resolusi 2,5 meter;
§
Spot 4,
dengan resolusi sampai 10 meter;
§
Spot 5,
dengan resolusi sampai 2,5 meter;
§
Ikonos,
dengan resolusi sampai 1 meter;
§
Quickbird,
dengan sampai resolusi 60 centimeter.
Pengolahan data citra satelit dilakukan
dengan tahapan-tahapan : koreksi metadata, koreksi geometrik, koreksi
radiometrik, intepretasi obyek citra sesuai dengan konposit warna pada citra,
deliliasi dan digitasi hasil intepretasi citra dengan menggunakan sofware
pengolah citra, misalnya Arcgis, Er
Mapper dan PCI Geomatic (sebagaimana dijelaskan pada tahapan
sebelumnya).
Pengolahan data spasial dilakukan dengan
tahapan :
1.
Penyusunan
data, yaitu tahap menyusun dan merapikan data sesuai dengan urutan lokasi atau
tempat;
2.
Pemberian
referensi geografi atau memberikan koordinat lintang dan bujur sesuai dengan
letak dipermukaan bumi;
3.
Klasifikasi
atribut data yang sudah ada sesuai dengan karakteritik kajian yang akan
dilakukan;
4.
Pembuatan
layer atau thema dalam peta yang dapat berbentuk titik (point),
garis (line/polyline),luasan (polygon) serta memberikan;
5.
teks
(nama/keterangan layernya);
6.
Penentuan
tematik apa yang akan dihasilkan dari peta yang akan dibuat, hal ini untuk
membagi dan menggabung layer atau tema yang saling berhubungan dengan tema atau
judul peta yang akan dihasilkan;
7.
Analisis
data spasial, yaitu suatu tahapan menentukan spasial data untuk menghasilkan
tema atau judul peta yang akan kita hasilkan, tahapan ini dapat dilakukan
dengan berbagai proses yaitu :
- Melakukan tumpang susun atau overlay.
- Melakukan Query atau memilih daerah tertentu berdasarkan
atribut datanya.
- Melakukan Buffer yaitu menentukan suatu daerah berdasarkan jarak
tertentu dari obyek tertentu.
- Melakukan analisa jaringan yaitu menentukan jarak terpendek dari
dua titik, menentukan rute efektif.
- Melakukan analisis data spasial 3 Dimensi
- Melakukan analisa perubahan yaitu menentukan perubahan geometrik
maupun semantik obyek di permukaan bumi lebih mudah dilakukan.
8. Pembuatan dan penyusunan layout peta
yang akan dicetak kedalam bentuk hardcopy atau digital, hal ini disesuaikan
dengan luasan kajian wilayah dan skala pada peta, standart layout peta dengan
ukuran kertas A3 tetapi untuk peta yang lebih detail dan wilayah kajiannya luas
dapat dibuat layout peta dengan ukuran A0.
Model penyusunan peta tematik berdasarkan
beberapa tema-tema kebutuhan data spasial dalam format peta disajikan pada
gambar-gambar berikut ini:
E.3. Rencana
Kerja
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kegiatan identifikasi
dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku dan Sulut, maka diperlukan suatu rencana kerja yang
matang dan terkordinir serta sesuai dengan waktu yang diberikan.
Berdasarkan tahapan dan metodologi yang
diusulkan, maka berikut diusulkan Rencana program kerja konsultan dalam rangka
menyelesaikan tugas:
1.
Tahap
Persiapan, yaitu tahap melengkapi
administrasi untuk mengumpulkan data, penentuan peralatan yang dibutuhkan ke
lapangan, tahap penentuan tempat dan personal yang menjadi sumber mengumpulkan
data, serta diskusi pendahuluan internal Tim dalam rangka review rencana kerja
dan pengenalan awal kondisi dan karakteristik lokasi kegiatan. Kegiatan ini
akan diselesaikan selama 15 hari atau minggu ketiga setelah ditandatanganinya
SPMK.
2. Tahap Pengumpulan Data Sekunder, yaitu tahap pengumpulan data-data sekunder
yang bersumber dari hasil penelitian di lokasi studi. Data-data tersebut berupa
pemanfaatan sumberdaya dan isu-isu perencanaan, serta pengumpulan bahan peta
dasar (data bentang alam laut dan daratan), analisis citra satelit Landsat.
3. Tahap Pembuatan dan Presentasi Laporan Pendahuluan, berdasararkan pengumpulan data sekunder dan selanjutnya dilakukan
presentasi laporan pendahuluan dihadapan tim pokja dan tim teknis yang
bertujuan untuk mensosialisasikan hasil-hasil identifikasi potensi sampai pada
tahap Laporan Pendahuluan, dimana sosialisasi ini dimaksudkan untuk menjaring
masukan dan perbaikan data maupun informasi.
4. Tahap Identifikasi Potensi Wilayah, yaitu tahap identifikasi potensi
pengembangan wilayah yang dilakukan melalui survey lapangan untuk pengumpulan
data yang belum tersedia dalam rangka identifikasi dan
pemetaan potensi pulau.
Kegiatan survey lapangan akan dilakukan
dengan sampling langsung di tiap stasiun yang ditentukan sebelumnya dan pengambilan
sampel melalui wawancara terstruktur terhadap semua stakeholder terkait. Wawancara bias dilakukan dengan beberapa cara
tatap muka langsung maupun FGD.
5. Tahap Penyusunan dan Verifikasi Data yaitu
tahap penilaian jumlah dan kualitas data yang sudah dikumpulkan apakah sudah
benar dan sesuai dengan yang dibutuhkan dan menyusun data sesuai kriteria yang
dibutuhkan pada tahap pengolahan data.
6. Tahap Penyusunan Katalog Informasi
Sumberdaya yaitu tahap penyusunan data-data yang telah diperoleh di lapangan
baik data sekunder maupun data lapangan yang meliputi sumberdaya alam,
sumberdaya fisik/buatan, sumberdaya sosial dan sumberdaya manusia.
7. Tahap Pengolahan Data. Data yang telah
dikumpulkan perlu dicek keabsahannya, kejelasan sumber datanya, tahun publikasi
data dan judul publikasi data yang dijadikan rujukan. Jika terdapat banyak data
yang tidak bisa di-input ke dalam Format Tabel mungkin karena ketiadaan data,
perlu dijelaskan dalam bentuk narasi atau tabel mengapa data tersebut tidak ada
dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengumpulkannya. Proses
pengolahan data meliputi : Inventaris dan Kompilasi data, Klasifikasi data,
Korelasi data, Referensi geografis data.
Sistem pengolahan data yang dilaksanakan adalah system berbasis data
dengan model hirarki. Sistem basis data hirarki ini mudah dikembangkan dan
diperbarui. Model basis data hirarki adalah model basis data yang mendukung
struktur record yang berhirarki yang diorganisasikan dalam file pada
berbagai tingkatan yang memiliki hubungan dengan tingkatan tersebut.
8. Tahap Analisis Data : Agar data dapat
digunakan sebagai bahan informasi yang dibutuhkan untuk identifikasi potensi
dan pemetaan pulau-pulau kecil di 8 pulau,
maka data mentah (raw data)
perlu dianalisis sesuai dengan metode analisis masing-masing jenis data.
9.
Penyusunan Laporan dan Profil
masing-masing Pulau
Laporan hasil kegiatan
identifikasi danpemetaan potensi pulau-pulau kecil dibuat dalam bentuk laporan
hasil kegiatan dan profil pulau yang berisi informasi menganai kondisi pulau
yang telah diidentifikasi dan dipetakan potensinya.
§
Tahapan Pelaporan terdiri dari:
a.
Laporan Pendahuluan;
b.
Laporan Kemajuan, dan
c.
Laporan Akhir
§ Pembahasan
Laporan. Pembahasan dari setiap laporan
akan dilaksanakan di Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil yang melibatkan
Tim Teknis dan Pejabat Eselon II,III,IV dan staf lingkup Direktorat
Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil
10. Penyempurnaan dan Penyerahan Dokumen Akhir
Setelah draft laporan Akhir kegiatan telah disepakati oleh
semua pihak maka disusunlah laporan akhir dari kegiatan ini yang merangkum
keseluruhan rangkaian proses, data dan informasi, analisis yang dilakukan sejak
awal.
Penyempurnaan
Dokumen Akhir akan diselesaikan dan diserahkan kepada pemberi pekerjaan pada akhir
minggu ketiga.
E.4. Struktur
Organisasi Pelaksana Pekerjaan
Dalam
upaya mencapai hasil pekerjaan tepat waktu dengan kualitas yang baik, maka
dalam pekerjan ini diperlukan struktur
organisasi pelaksana dan tata laksana yang baik dan efisien. Organisasi dan
tata laksana ini harus jelas menggambarkan hubungan antara pihak pemberi kerja,
perusahaan konsultan perencana serta tim pelaksana. Di dalam pelaksanaannya,
hubungan ini harus disertai dengan pola koordinasi yang baik, sehingga proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kemungkinan
permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam pekerjaan dapat terselesaikan. Di
dalam struktur organisasi pelaksana pekerjaan sebagaimana yang disajikan pada
Gambar di
bawah ini, semua personil yang terlibat adalah tenaga ahli
profesional di bidangnya dengan kualifikasi sesuai yang disyaratkan dalam KAK.
E.5. Personil
Pelaksana
A.
Tenaga Ahli
Tenaga
Ahli merupakan tenaga-tenaga pelaksana utama yang
akan bekerja sesuai dengan jadwal waktu pekerjaan yang telah ditetapkan selama
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan rasionalitas dan
kebutuhan komponen-komponen kegiatannya, maka jumlah tenaga ahli yang akan
terlibat dalam implementasi, sebanyak 6 (enam) orang. Komposisi tenaga ahli tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Ahli Lingkungan (Team Leader) : Arief Budi
Purwanto, S.Pi, M,Sc
2. Ahli GIS :
Adnan
Saleh
3. Ahli Sumberdaya Kelautan/Perikanan : Ir. Puji Dwi Antono, M. SE
4. Ahli Sosial Ekonomi :
Omar
Abdallah Arifuddin, S.P. M.Si
5. Penyelam dan Asisten Penyelam :
Hartono,
S.Kel
6. Pengolah Data :
Lilik
Yuliantara
B.
Uraian Tugas dan Tanggungjawab
Tugas dan tanggung
jawab masing-masing personil untuk Identifikasi dan Pemetaan Potensi Pulau-pulau
Kecil di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku adalah sebagai
berikut :
1.
Ahli Ekologi/Lingkungan
Tugas dan Tanggung Jawab:
§
Bertanggung jawab kepada Koordinator Tim dalam
pelaksanaan pekerjaan;
§
Melakukan survey dan pendataan kondisi fisik
khususnya kondisi lingkungan;
§
Melakukan identifikasi lokasi-lokasi yang
mengalami degradasi lingkungan akibat pencemaran dan pengrusakan oleh manusia
§
Melakukan analisis tentang daya dukung
lingkungan berdasarkan kamampuan fisik dasar
§
Melakukan analisis dalam menetapkan program
sektor lingkungan dalam kerangka pengembangan wilayah didasarkan pada potensi
dan kendala yang ada
2.
Ahli Remote Sensing (GIS)
Tugas dan Tanggung Jawab :
§
Bertanggung jawab kepada coordinator Tim dalam
pelaksanaan kegiatan
§
Melakukan survey dan pendataan kondisi fisik
khususnya menyangkut asprk fisik dasar (topografi, geomorfologi, dsb) dan
potensi SDA di pulau-pulau kecil
§
Melakukan analisis terhadap kondisi pulau kecil
ke dalam peta
§
Melakukan analisis tentang daya dukung
lingkungan berdasarkan kemampuan sumberdaya yang ada di pulau-pulau kecil
3.
Ahli Sosial Ekonomi Perikanan
Tugas dan Tanggung Jawab :
§
Melakukan survey/pencarian data social ekonomi
perikanan dan menganalisa data social ekonomi yang diperlukan
§
Menyusun /menyiapkan data sosial ekonomi yang
relevan dalam analisa yang diperlukan
§
Membantu ketua tim dalam menyusun laporan dan
analisa yang diperlukan.
4.
Ahli Sumberdaya Kelautan/Perikanan
Tugas dan Tanggung Jawab :
§
Mengumpulkan data yang diperlukan untuk
melakukan kajian aspek kelautan.
§
Melakukan analisa potensi kelautan.
§
Menyusun Strategi Pengembangan Kelautan pada
Wilayah Studi
§
Member masukan dalam penyusunan pengemabangan
potensi kelautan untuk wilayah studi.
§
Bersama Tenaga Ahli lainnya merusmuskan rencana
tindak (action plan) penanganan pada lokasi studi, khususnya yang menyangkut
bidangnya.
§
Bertanggung jawab terhadap kualitas pekerjaan
kepada ketua tim.
5.
Penyelam dan Asisten Penyelam
Tugas dan Tanggung Jawab :
§
Melakukan survey bawah air terkait potensi
sumberdaya perikanan
§
Melakukan analisis sumberdaya perikanan seperti
jenis dan kelimpahan ikan, terumbu karang, lamun dan sumberdaya hayati lainnya.
§
Membantu ketua tim dalam analisa sumberdaya
bawah air dalam perencanaan pengembangan kedepan.
6.
Pengolah Data
Tugas dan Tanggung Jawab :
§
Membantu bersama tenaga ahli lainnya dalam
pengolahan data untuk kelancaran penyusunan laporan
§
Dibawah kordinasi Ketua Tim bekerjasama dengan
tenaga ahli lainnya menyusun rencana kerja dan kerangka laporan
§
Memfasilitasi komunikasi dan informasi antara
tim teknis dan tenaga ahli
§
Mengumpulkan studi-studi terdahulu
§
Memberikan informasi isu dan permasalahan
wilayah perencanaan
§
Membantu menyusun kerangka survey dan Peta Kerja
berdasarkan data hasil survey lapangan
§
Membantu dalam survey lapangan
E. 6. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Waktu
yang diperlukan dalam pekerjaan ini adalah 3 bulan kalender, sebagaimana pada Tabel E.11. sebagai berikut.
E.6. Jadwal
Pelaksanaan Pekerjaan
Tabel E.11. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Identifikasi dan
Pemetaan Potensi Pulau-pulau Kecil
No
|
Uraian Pekerjaan
|
BULAN 1
|
BULAN 2
|
BULAN 3
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Persiapan
|
||||||||||||
1.1
|
Koordinasi Tim dan Pengurusan Administrasi
Proyek
|
||||||||||||
1.2
|
Penyiapan dan Pemantapan
Personil
|
||||||||||||
1.3
|
Merumuskan Strategi dan
Metode Survei
|
||||||||||||
1.4
|
Merumuskan Program Kerja
|
||||||||||||
1.5
|
Penyusunan Kuisioner
|
||||||||||||
1.6
|
Studi Literatur
|
||||||||||||
2
|
Observasi
|
||||||||||||
2.1
|
Desk Study
|
||||||||||||
2.2
|
Penyiapan data dasar (peta)
|
||||||||||||
2.3
|
Digitasi peta dasar (Pengolahan data (peta))
|
||||||||||||
2.4
|
Interpretasi Citra Landsat 7
ETM+ dan Penentuan Lokasi Sampling
|
||||||||||||
3
|
Tahap Identifikasi Potensi
Wilayah (Survey)
|
||||||||||||
3.1
|
Persiapan Alat Survei
Lapangan
|
||||||||||||
3.2
|
Pengumpulan tambahan data
sekunder
|
||||||||||||
3.3
|
Survey lapangan
|
||||||||||||
4
|
Tahap Penyusunan Katalog
Informasi Sumberdaya
|
||||||||||||
4.1
|
Kompilasi data hasil
pengumpulan dan pengukuran lapangan
|
||||||||||||
4.2
|
Pengecekan kelengkapan data
|
||||||||||||
4.3
|
Review pendahuluan tentang
cakupan isi data
|
||||||||||||
4.4
|
Pengolahan Citra
|
||||||||||||
4.5
|
Pengetikan, editing dan
digitalisasi data dalam format file
|
||||||||||||
4.6
|
Pengolahan Data
|
||||||||||||
4.7
|
Pengolahan data tabular
|
||||||||||||
4.8
|
Pengolahan data deskriptif
|
||||||||||||
4.9
|
Georeferensi data tabular
dan informasi untuk database peta
|
||||||||||||
5
|
Analisis Data
|
||||||||||||
5.1
|
Analisis data-data teknis
|
||||||||||||
5.2
|
Proses overlay peta
|
||||||||||||
6
|
Pelaporan
|
||||||||||||
6.1
|
Pembahasan Laporan Akhir
|
||||||||||||
6.2
|
Penyusunan Arahan Pemanfaatan potensi dan pemetaan pulau
|
||||||||||||
6.3
|
Penyusunan arahan pengembangan / Rencana PPK
|
||||||||||||
6.4
|
Penyempurnaan Laporan
|
||||||||||||
6.5
|
Penyerahan Laporan
|