Minggu, 16 Juni 2019

PERANAN PEMETAAN DATABASE PULAU PULAU KECIL

PERANAN PEMETAAN DATABASE PULAU PULAU KECIL
E.1.   Pendekatan dan Metodologi
E.1.1. Pendekatan
Pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi bisnis-bisnis potensial yang berbasis pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan. Kawasan ini menyadiakan semberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan dari kekayaan ekosistemnya (ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan terumbu karang beserta biota yang hidup di dalamnya), media komunikasi, kawasan rekreasi, pariwisata, konservasi, dan jenis pemanfaatan lainnya. Di Indonesia, potensi sumber daya pesisir dan laut sangat beragam baik dari segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum adanya data tentang potensi yang dimiliki suatu pulau atau kawasan kepulauan secara menyeluruh dan komprehensif. Sehingga menyulitkan pihak pemangku kepentingan atau stakeholder untuk mengambil suatu keputusan dalam rangka pengembangan potensi pulau-pulau kecil tersebut. Solusinya adalah dengan melakukan kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil, agar tersediadata dan peta potensi pulau-pulau kecil secara akurat.
Pulau-pulau kecil yang akan dilakukan identifikasi Potensi dan Pemetaan diproritaskan dulu kepada pulau yang secara data awal menunjukkan indikasi dapat dikembangkan karena keterbatasan dana, dan secara bertahap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data tentang potensi pulau-pulau kecil.
Tersedianya data dan peta potensi pulau-pulau kecil yang akurat akan memberikan kemudahan bagi pemangku kepentingan atau stakeholder dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan pengembangan pulau-pulau kecil tersebut.
Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial untuk dikembangkan.  Untuk mengoptimalkan upaya pengembangan/eksploitasi sumberdaya pesisir tersebut, perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, yang berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdaya serta untuk mengetahui kesesuaian ekologis setempat terhadap upaya eksploitasi. Inventarisasi sumberdaya pesisir dan pantai diharapkan dapat memberikan sejumlah informasi dasar yang berguna untuk proses penataan dan pengelolaan kawasan pantai dan pasisir sebagai bagian dari Pengelolaan Kawasan Pantai Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Management/ICZM).
Dalam rangka menyusun peta potensi pulau-pulau kecil yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku maka dilakukan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
a.     Pendekatan Sistem
Memandang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai satu kesatuan (entity) yang utuh, yang di dalamnya terdapat sub sistem yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu sub sistem alam (natural sub-system) dan sub sistem manusia (human sub-system), dengan elemen dan fungsinya masing-masing.
b.     Pendekatan Keterpaduan dan Holistik
Mengelola potensi sumberdaya kelautan dengan baik, membutuhkan penerapan program secara terpadu. Hal ini berarti bagaimana setiap sub sistem beserta potensinya  dapat berfungsi dengan optimal dan saling mendukung (konstruktif), tidak saling menghambat  dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Pendekatan ini memandang bahwa keberadaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau  kecil tidaklah berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling terkait satu dengan lainnya. Pendekatan ini berorientasi pada proses evaluasi konsistensi keberadaan jenis data pada karakteristik lingkungan yang mempengaruhi keberadaan data tersebut berdasarkan pada pemahaman antara keterkaitan antara satu komponen data dengan lainnya. Untuk itu, sebelum pelaksanaan pengumpulan data dan survei lapangan, terlebih dahulu diperlukan pengenalan awal tentang kondisi lokasi pesisir dan pula-pualu kecil yang akan diamati.
Pengenalan awal kondisi lokasi dapat memberikan pemahaman tentang jenis potensi sumberdaya yang ada dan mungkin ada di lokasi. Salah satu cara mengetahui keberadaan potensi sumberdaya tersebut secara awal adalah dengan melihat keterkaitan antara karakteristik geofisik dengan ekosistem, serta antara karakteristik sosial budaya masyarakat dengan pola pemanfataan sumberdaya yang ada. Dari sisi  pemanfaatan ruang, pengenalan awal ini akan membantu memberikan informasi tentang pola dan distribusi penggunaan lahan dalam segala bentuknya, seperti permukiman, pertambakan, dan budidaya laut.
Dengan cara pandang terintegrasi dan holiostik ini dalam melakukan pengambilan data dan analisis, maka diharapkan semua komponen sumberdaya yang ada di lokasi kegiatan dapat dimasukkan sebagai komponen yang perlu dikumpulkan datanya.
c.     Pendekatan Partisipatif dan Kemitraan
Melibatkan masyarakat dan stakeholders sejak awal menjadi sangat penting dalam paradigma pembangunan dewasa ini. Hal ini dikenal sebagai pendekatan partisipatif.   Di samping itu masyarakat ditempatkan tidak lagi sebagai obyek pembangunan,namun sebagai subyek pembangunan. Ini berarti masyarakat ditempatkan dalam posisi yang sederajat sebagai mitra pemerintah dan memiliki akses untuk ikut serta dalam perencanaan.
d.     Pendekatan Keterwakilan (Populasi dan Lokasi)
Pendekatan keterwakilan Populasi dan lokasi berarti bahwa setiap populasi dalam suatu lokasi, dan setiap spot dalam lokasi yang diamati memiliki wakil dalam data studi.  Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa proses analisis benar-benar telah mewakili keseluruhan populasi serta lokasi yang diteliti.
Pendekatan ini cukup sejalan dengan pendekatan yang pertama, dimana keduanya beorientasi pada kelengkapan data yang akan dikumpulkan. Meskipun demikian, fokus pendekatan ini lebih berorientasi pada proses analisis, dimana keterwakilan data dan lokasi akan mempengaruhi hasil-hasil dalam proses analisis nantinya, terutama pada data-data yang pengolahannya menggunakan teknik statistik.
E.2.   Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Pekerjaan Identifikasi dan pemetaan potensi pula-pulau kecil akan dilaksanakan dengan tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut :


E.2.1. Persiapan
Rapat persiapan survey dilakukan di pusat sebanyak 1 kali dengan peserta sebanyak 20 orang yaitu tenaga ahli, penyelam, asisten penyelam, staf Subdit Identifikasi Pulau-pulau Kecil, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses survey dan penyusunan laporan.  Tahapan persiapan ini terdiri dari 3 komponen, yaitu : (1) Koordinasi Tim dan penyiapan personil dalam tim kerja (tenaga ahli dan tenaga pendukung sesuai dengan tata laksana personil), (2) Persiapan Administrasi, (3) dan Studi literatur sebagai awal atau referensi untuk pelaksanaan kegiatan atau Pre-Field Survei (Observation). Setiap tingkatan aktifitas ini merupakan rangkaian kegiatan persiapan yang terintegrasi, yang dilakukan sebelum survei di lapangan untuk menghasilkan : Gambaran Lokasi Studi  dan sebagai Peta Acuan Kerja. 
E.2.1.1.    Koordinasi Tim dan Persiapan Administrasi
Untuk koordinasi tim pelaksana dilakukan melalui Pelatihan/Training sederhana (In House Training). Ini dimaksudkan untuk pembekalan seluruh tim pelaksana sehingga memiliki pemahaman yang sama untuk situasi di lapangan maupun berbagai konsekuensi administrasi dan proyek.
Persiapan administrasi meliputi pemenuhan syarat-syarat administrasi pekerjaan dan proses perizinan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.  Koordinasi dilakukan internal dan eksternal.  Koordinasi internal dilakukan untuk persiapan implementasi oleh tim konsultan, dan koordinasi eksternal dilakukan oleh tim konsultan dengan pemilik pekerjaan (Direktorat Tata Ruang laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP).
E.2.1.2.    Pre-Field Survei (Observation)
Persiapan pelaksanan studi di lapangan terdiri dari beberapa tingkatan aktifitas, yaitu : (1) Desk study, (2) Penyiapan data dasar, (3) Pengolahan citra satelit, (4) Survei Lapangan, (5) Analisis data dan (6) Penyelesaian peta potensi.  Pre-field observation sangat menentukan efektifitas, efisiensi pekerjaan dilapangan dan komprehensifnya data  dan informasi yang akan dikaji. Berikut penjelasan tiap-tiap aktifitas yang akan dilakukan :
(1)    Desk Study
Studi literatur adalah penggalian data dan informasi dari berbagai referensi/literatur (laporan hasil penelitian, makalah-makalah, informasi ilmiah, peta-peta) yang bersumber dari sektor-sektor swasta, pemerintah, NGO’s, perguruan tinggi, dan instansi terkait lainnya. 
Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk mengidentifikasi pemanfaatan sumberdaya dan isu-isu perencanaan, serta pengumpulan bahan peta dasar (data bentang alam laut dan daratan) dan peta tematik sesuai skala peta yang telah ditentukan. Pengumpulan data sekunder sebagai bahan dalam penyusunan laporan pendahuluan
Tahapan ini diawali dengan menyiapkan peta dasar untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan. Peta dasar merupakan peta yang berisi informasi dasar kondisi pulau. Tahap selanjutnya adalah pengolahan dan interpretasi citra satelit terhadap interpretasi penggunaan lahan, tutupan mangrovr, dan terumbu karang yang selanjutnya menjadi basis ground check
(2)    Penyiapan data dasar
Jenis-jenis data dasar serta kedalaman informasi yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku disampaikan pada Tabel  2.1. berikut ini :
Kebutuhan Data
Skala
Kedalaman Informasi
Sumber
Data Bentang Alam Darat
1.   Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
1 : 100.000 s.d 1 : 50.000
Batas Administrasi sampai Kecamatan, Gedung dan Bangunan, Jaringan Jalan, Pemanfaatan Lahan Existing.
BAKOSURTANAL
2.   Peta Sistim Lahan dan Kesesuaian Lahan (Landsystems and Landsuitability)
1 : 250.000 s.d 1 : 100.000
Sistim Lahan, terdiri dari :
Pantai, Rawa, Pasut, Dataran Aluvial, Jalur Kelokan, Rawa-Rawa, Lembah Aluvial, Kipas & Lahar, Teras-teras, Dataran;
Bentuk Lahan, terdiri dari:
Kemiringan Relief, Lebar Puncak, Lembah-Lembah, Jenis Batuan / Mineral Dominan, Daerah Iklim, Kesesuaian Lahan.
BAKOSURTANAL dan Departemen Pertanian
Citra Satelit (Resolusi Menengah)
1 : 10.000
Citra akuisisi terbaru dengan Skala sesuai resolusi yang dibutuhkan
Lapan
RTRW Kabupaten
1 : 100.000 s.d 1 : 50.000
Pola Ruang, Struktur Ruang, Arahan Pemanfaatan Ruang
Bappeda Provinsi dan Kabupaten
Data Bentang Alam Laut
Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) dan Lingkungan Perairan Indonesia (LPI)
1 : 500.000 s.d Skala 1 : 50.000
Garis Pantai, Batu Karang, Terumbu, Beting Karang, Tempat Berlabuh, Menara Suar, Dilarang Berlabuh, Garis Cakupan 12 mil laut, Stasiun Radar, Kerangka Berbahaya, Kabel Dalam Air, Pipa Dalam Air, Sistim Pemisahan Lalulintas, Batas Sektor, Daerah Latihan, Daerah Larangan, Terlarang, Pelampung.
BAKOSURTANAL
Peta Laut
Skala 1 : 100.000 sampai dengan Skala 1 : 50.000
Kedalaman, Pasut, Arus, Garis Pantai, Batu Karang, Terumbu, Beting Karang, Tempat Berlabuh, Menara Suar, Dilarang Berlabuh, Stasiun Radar, Kerangka Berbahaya, Kabel Dalam Air, Pipa Dalam Air, Sistim Pemisahan Lalulintas, Batas Sektor, Daerah Latihan, Daerah Larangan, dll

Dishidros
Citra Satelit (Resolusi Menengah) / Citra Landsat ETM No Scene Path 124 row 58, Citra Landsat ETM No Scene Path 123 row 57-
dan 58, Citra Landsat ETM No Scene Path 122 row 58
1 : 10.000
Citra akuisisi terbaru dengan Skala sesuai resolusi yang dibutuhkan
Lapan
RZWP-3-K Kabupaten
1 : 100.000 sampai dengan Skala 1 : 50.000
Pola Ruang, Struktur Ruang, Arahan Pemanfaatan Ruang
Bappeda Kabupaten
Peta Pulau-pulau di Provinsi Maluku dan Sulut


DISHIDROS TNI-AL
Peta Alur Pelayaran


Dishidros
Data Geologi laut


Data Primer
Dokumen Statistik tentang kondisi geografi


Data Primer / Sekunder
(1)    Pengolahan Data Citra
Pengolahan data citra adalah bagian penting untuk dapat menganalisa informasi kebumian melalui data satelit penginderaan jauh.  Aplikasi-aplikasi yang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra antara lain: pemantauan lingkungan, manajemen dan perencanaan kota dan daerah urban-rural, manajemen sumberdaya hutan, eksplorasi mineral, pertanian dan perkebunan, manajemen sumberdaya air, manajemen sumberdaya pesisir dan lautan, oseanografi fisik, eksplorasi. Analisis dan interpretasi Citra Landsat untuk memperoleh data liputan lahan.
v  Prosedur pengolahan citra
Prosedur pengolahan citra untuk interpretasi liputan lahan meliputi :
1.   Import Data
Langkah awal yang dilakuan adalah import data file kedalam format data yang diinginkan sesuai jenis data yang dipakai dalam software.  Data file tersebut disimpan dalam bentuk magnetic tape, CD-ROM.  Data yang disimpan biasanya dalam bentuk data raster dan data vektor.
2.   Menampilkan Citra
Setelah proses mengimpor data, selanjutnya adalah menampilkan citra tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari data yang digunakan.  Apabila data/citra tersebut memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan yang diinginkan (berawan, bergaris, dll) maka kita tidak perlu melanjutkan proses pengolahan, dan mencari data baru yang memiliki kualitas yang lebih baik.  Terdapat beberapa cara untuk menampilkan citra antara lain; pseudocolor display, menampilkan citra dalam bentuk hitam dan putih, biasanya hanya terdapat satu bands/layer saja. Red-Green-Blue (RGB) yang menampilkan citra dalam kombinasi bands.  Setiap bands ditampilkan satu layer (RGB) yang biasa disebut sebagai color composite, Hue-Saturation-Intensity (HIS) juga menampilkan citra melalui kombinasi band.  Setiap band ditempatkan satu layer (HIS), cara ini biasanya menggunakan dua jenis data yaitu radar dan Alos.
3.       Raktifikasi Data
Koreksi geometri dimana row dan path data citra satelit Alos dan Landsat 7 +ETM mempunyai sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) yang belum tentu sama dengan basemap atau sistem proyeksi yang digunakan. Sehingga sebelum dilakukan pendugaan maka terlebih dahulu dilakukan koreksi secara geometris berdasarkan Ground Control Point (GCP) sebagai titik kontrol/referensi.  Setelah dilakukan koreksi secara geometrik, maka kita juga melakukan koreksi secara atmosferik/radiometrik, untuk melihat sejauh mana citra tersebut layak untuk digunakan dalam analisis. Dimana layak (clear) jika kondisi tutupan awan < 20 % sebagai acuan untuk penentuan histogram.
4.       Mosaik Citra
Mosaik citra adalah proses menggabungkan/menempelkan atau lebih citra tumpang tindih (overlapping) sehingga menghasilkan data citra yang representatif dan kontinyu.

5.       Penajaman Citra (Enhancement)
Penajaman kontras dilakukan untuk mendapatkan citra yang tajam dan jelas sehingga memudahkan proses penafsiran. Penajaman kontras ini dilakukan dengan mengubah histogram kedalam bentuk maksimum yang diperoleh citra Alos pada saat pencitraan.
6.       Overlay / Komposit
Citra satelit Alos mempunyai 3 band dengan resolusi 2,5 x 2,5 m dan Landsat 7 ETM+ mempunyai 8 band (gelombang) (cakupan per scene 185 X 185 km) dengan resolusi 30 m (multispektral).  Untuk keperluan penafsiran citra ini diperlukan beberapa band yang dikombinasikan (komposit) sehingga memudahkan dalam proses penafsiran. Proses overlay dilakukan untuk melihat kenampakan kombinasi band yang diinginkan dari cakupan gelombang yang dominan ingin ditampakkan.  Kombinasi band-band ini akan sangat ditentukan oleh histogram yang set dalam penajaman kontras yang dilakukan dengan kemampuan spektral yang mampu diserap oleh gelombang masing-masing band.
7.       Klasifikasi Tak Terbimbing  (Unsupervised Classification)
Klasifikasi tak terbimbing dilakukan untuk dijadikan acuan pengkelasan dalam proses pengklasifikasian selanjutnya. Klasifikasi tak terbimbing ini dilakukan langsung menggunakan software dan dengan pendeteksian langsung berdasarkan gradasi warna yang terdapat pada kombinasi band yang digunakan. Tujuan utama dilakukannya klasifikasi ini yaitu untuk mengetahui jumlah kelas maksimum yang dapat dideteksi oleh software sehingga dalam proses pengklasifikasian selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan acuan dalam penentuan jumlah kelas.
8.       Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Setelah hasil klasifikasi tak terbimbing didapatkan, maka jumlah kelas untuk pengklasifikasian terawasi dapat ditentukan. Klasifikasi terawasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel untuk setiap kelas atau membuat training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang di-overlay-kan kedalam citra yang ada. Setelah training sample (AOI) dibuat, maka proses klasifikasi terbimbing dapat dilakukan.
9.       Editing
Setelah hasil klasifikasi terbimbing diubah ke dalam format vektor, maka proses selanjutnya adalah editing. Tujuan editing adalah untuk menghaluskan garis hasil vektorisasi serta menghilangkan poligon-poligon yang sangat kecil, yang dalam skala pengeplotan dapat diabaikan.
10.    Labelisasi
Label dari hasil pengklasifikasian terbimbing akan hilang pada proses vektorisasi, sehingga setelah editing diperlukan labeling ulang.  Acuan yang digunakan yaitu hasil pengklasifikasian dalam format raster.
11.    Pengkelasan
Dari hasil klasifikasi tak terbimbing citra Alos dan Landsat 7 +ETM dan dengan tiga kombinasi band yang digunakan, akan diperoleh kelas-kelas penutupan lahan. Walaupun demikian tidak setiap wilayah atau pulau memiliki atau menampakkan kelas-kelas tersebut.
Setelah tahapan analisis dengan Citra Alos dan Landsat 7 +ETM dilakukan, maka dilakukan ground check ke lokasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan analisis.  Hal ini penting dilakukan untuk mendapatkan gambaran hasil analisis yang dilakukan menunjukkan kondisi aktual dilapangan.  Dilokasi dilakukan dua proses yaitu dengan analisis secara visual kenampakan kondisi eksisting lokasi dan yang kedua melakukan Ground Control Point terhadap titik-titik landuse yang ada di lapangan.


v  Penentuan Lokasi
Dari hasil pengolahan data Citra akan menghasilkan peta acuan dan peta rona awal lingkungan kawasan lokasi studi (8 pulau) yang diperuntukkan menjadi peta kerja.  Setiap rona pada peta acuan tersebut menggambarkan dan menginformasikan tiap-tiap karakteristik biogeofisik yang berbeda dan tergambarkan secara spasial.  Dengan demikian akan sangat membantu dalam penentuan lokasi survei dan mengobservasi lebih jauh data yang ada, sehingga informasi kuantitatif dan kualitaf dapat dihasilkan dengan lebih komprehensif, akurat dan efektif.
Peta acuan dan peta rona awal dikompare dengan hasil-hasil rekomendasi bersama (stakeholders, masyarakat dan konsultan),  diharapkan akan menghasilkan peta potensi di 8 pulau.  Berdasarkan batasan wilayah kajian akan ditentukan stasiun-stasiun pengamatan untuk mengcover kebutuhan data yang mereferesentatifkan kondisi dan karakteristik lokasi studi.
E.2.2.       Survei Lapangan
Pelaksanaan survey identifikasi dan pemetaan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil terdiri dari empat kegiatan yaitu pengamatan langsung (observasi), pengukuran, wawancara, dan pengumpulan data sekunder untuk melengkapi informasi dan kebutuhan.  Survei dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dan primer yang belum tersedia dalam rangka penyusunan katalog informasi sumberdaya (sumberdaya alam, sumberdaya fisik/buatan, sumberdaya sosial dan sumberdaya manusia). Survey lapang ini dilaksanakan dalam rangka :
F Menguji hasil interpretasi citra, dan
F Menambahh informasi yang tidak dapat secara langsung diperoleh melalui citra.
Dalam survey ini, jenis-jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.  Data sekunder terdiri dari kebijakan, kondisi fisik wilayah, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi, kondisi pemanfaatan ruang eksisting, kondisi ekologi serta rencana/studi terkait lainnya.
§  Kebijakan meliputi RTRW Kabupaten, RPJM Kabupaten, Renstra Kabupaten, RIPPDA dan kebijakan lain yang terkait;
§  Kondisi fisik, menyangkut kondisi geologi/tatanan tektonik (jalur gempa , jenis tanah dan jenis batuan), morfologi pantai (bentuk permukaan pulau, evolusi pantai , bentuk dan tipe pantai), hidro-oceonografi (arus pasang surut, bathimetri, kecepatan arus permukaan, Iklim dan cuaca), keterdapatan pulau kecil (paparan benua, kelanjutan benua) dan lokasi/posisi (pulau perbatasan, pulau terluar, pulau di perairan pedalaman);
§  Kondisi Sosial Budaya, menyangkut sebaran dan jumlah penduduk, interaksi penduduk, budaya & adat istiadat, sejarah sosial dan issue permasalahan sosial budaya;
§  Kondisi Ekonomi, menyangkut PDRB, PAD, sebaran potensi ekonomi, basis ekonomi lokal, keterkaitan ekonomi dan skala ekonomi (produksi dan pemasaran);
§  Kondisi Pemanfaatan Ruang Eksisting, menyangkut penggunaan ruang wilayah pesisir dan laut masing-masing sektor dan komoditi serta aspek permasalahannya;
§  Kondisi Ekologi, menyangkut sebaran biota (endemik, langka, hampir punah, invansi), jenis dan sebaran ekosistim (mangrove, terumbu karang, pantai berbatu) dan kondisi sumberdaya alam (pencemaran perairan, kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove); dan
§  Rencana/studi terkait lainnya, menyangkut daya dukung pengembangan komoditi dan kawasan, kriteria pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Data primer dikumpulkan secara sistematis melalui perekaman data (observasi, pengambilan sampling, penghitungan, pengukuran, wawancara, kuesioner atau focus group discussion) langsung dari sumber pertama (fenomena/objek yang diamati).  Data dan Informasi yang akan dikumpulkan dalam kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku dan Sulut adalah sebagai berikut :
Tabel E.2.    Kebutuhan Data dan Informasi untuk Kebutuhan Identifikasi dan Pemetaan Potensi Pulau-Pulau Kecil
Komponen Data
Jenis data
Sumber Data
Teknik Pengambilan Data
Primer
Sekunder
Kebijakan
RTRW

Sekunder
BAPPEDA Kabupaten
Studi Pustaka
RPJM dan Renstra

Sekunder
BAPPEDA Kabupaten
Studi Pustaka
Isu dan Masalah

Sekunder
BAPPEDA, Diskanla
Studi Pustaka
Studi Terkait
Sekunder
BAPPEDA, Diskanla, PT
Studi Pustaka
Kondisi Fisik Wilayah
Geografis dan Administratif

Sekunder
BAPPEDA Kabupaten
Studi Pustaka
Geologi dan Morfologi

Sekunder
Dinas Pertambangan
Studi Pustaka
Topografi

Sekunder
Dinas Pertambangan
Studi Pustaka
Komponen Data
Jenis data
Sumber Data
Teknik Pengambilan Data
Primer
Sekunder
Iklim dan Cuaca

Sekunder
BMKG
Studi Pustaka
Hidro-Oceanografi
Pasut
Primer
Sekunder
Dishidros
Studi pustaka
Bathimetri
Primer 
Sekunder
Dishidros
Studi pustaka
Arus
Primer 
Sekunder
BMKG
Studi pustaka
Angin dan Gelombang
Primer 
Sekunder
BMKG
Studi pustaka
Kualitas Air Laut
Primer

Pengukuran
Observasi
Bio-Ekologi
Sebaran Biota (endemik, langka, hampir punah, invasi)
Primer
Sekunder
Responden, BKSDA, Kehutanan dan Instansi terkait
Wawancara, Observasi, Studi Pustaka
Kondisi Ekosistem Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang, lamun, lahan basah)
Primer
Sekunder
Responden, Pengukuran, Instansi
Wawancara, Observasi, Studi Pustaka
Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kependudukan
Primer
Sekunder
Responden, Instansi
Wawancara, Studi Pustaka
Budaya dan Adat Istiadat
Primer
Sekunder
Responden, Instansi
Wawancara, Studi Pustaka
Perekonomian
Primer
Sekunder
Responden, Instansi
Wawancara, Studi Pustaka
Sarana dan Prasarana
Primer
Sekunder
Responden, Instansi
Wawancara, Studi Pustaka
a.   Interaksi Gelombang Elektromagnetik Pada Kolom Air
Untuk pengolahan pemetaan substrat dasar perairan seperti terumbu karang disamping koreksi geometrik dan radiometrik dari data citra digital masih memerlukan 1 (satu) langkah lagi pre-processing untuk menggambarkan habitat di bawah permukaan air. Karena terumbu karang adalah obyek di bawah permukaan air, maka langkah pre-prosesing ini menjadi langkah yang sangat diperlukan dan menjadi bagian yang sangat penting. Ketika cahaya melakukan penetrasi ke dalam kolom air, intensitasnya akan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman. Proses ini dikenal sebagai atenuasi dan ini memberikan pengaruh yang besar dalam penggunaan data remote sensing dalam lingkungan air. Nilai spektral dari pasir pada kedalaman 3 meter akan menjadi sangat berbeda jika berada pada kedalaman 20 meter, walaupun dalam substrat yang sama. Nilai radiansi spektral yang terekam oleh sensor akan dipengaruhi oleh subtrat dasar dan kedalaman.
Pada umumnya pemetaan habitat laut memperhatikan pada pemetaan dasar perairan, dan ini sangat berguna untuk menghilangkan pengaruh gangguan dari perbedaan kedalaman air (Edward, 1999). Intensitas cahaya akan turun secara eksponensial bersamaan dengan bertambahnya kedalaman melalui 2 proses yaitu absorpsi dan scattering. Absorpsi, termasuk di dalam absorpsi adalah konversi gelombang elektromagnetik ke dalam bentuk lain seperti sebagai panas atau tenaga kimia (dalam photosintesis). Penyerapan ini tergantung dari panjang gelombang. Scattering, gelombang elektromengnetik mungkin beraksi dengan partikel tersuspensi dan membelokkan arah. Proses ini disebut scattering yang sebagian besar disebabkan oleh partikel anorganik dan organik dan akan bertambah dengan bertambahnya sedimen tersuspensi di dalam air (Edward, 1999).
b.   Klasifikasi Tipe Kolom Air
Kejernihan kolom air akan berbeda pada berbagai skala. Jerlov (1951), secara resmi membagi tipe air laut berdasarkan atenuasinya terhadap cahaya. Lyzengga (1978, 1981) menguraikan pendekatan berbasis citra tunggal untuk mengganti dari pengaruh variabel kedalaman dalam pemetaan obyek dasar perairan (yang selanjutnya disebut dengan koreksi kolom air). Beberapa metode koreksi kolom air, lebih dahulu melakukan koreksi atmosferik m entah (Edward, 1999). Proses ini menjadi dasar dalam pengurangan pixel gelap (dark pixel substraction). Nilai pixel yang banyak diambil sampelnya dari daerah perairan yang dalam dan diambil nilai rata-ratanya dan kemudian dikurangkan dengan setial pixel pada band yang dimaksud.
c.   Pembuatan Peta Tematik dengan Sistem GIS
Pembuatan peta tematik dengan Geo Information Sistem (Prahasta, 2001) meliputii tahapan sebagai berikut :
Ø Sistem desain dan pengumpulan data;
Ø Digitasi dan input info;
Ø Pembuatan dan pengolahan data base;
Ø Analisa geografis dan Modeling;
Ø Penyajian / pengeplotan hasil;
Ø Pelaporan dan pengambilan keputusan;
Ø Evaluasi.
E.2.3.  Analisis Data
Agar data dapat digunakan sebagai bahan informasi yang dibutuhkan untuk identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provisnsi Maluku dan Sulawesi Utara,  maka data mentah (raw data) hasil pengumpulan akan dianalisis terlebih dahulu. Metode yang digunakan dalam analisis data beragam dan disesuaikan dengan jenis masing-masing data.
1.       Iklim
Iklim merupakan hal yang sangat penting, karena memiliki korelasi dengan beberapa parameter fisika oseanografi.  Data curah hujan, kelembaban, suhu, ditabulasi dan dirata-ratakan untuk mendeskripsikan dan menarasikan karakteristiknya. Sedangkan data angin kecepatan dan arah angin (menggunakan program WRPLOT versi 6.3) untuk mendapatkan windrose-nya.
2.       Hidrooseanografi
A.      Prediksi Pasang Surut
Prediksi pasut diperoleh dari hasil software pasut yang dikembangkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) (1998). Input data ini berdasarkan hasil konstanta harmonik yang diperoleh dari hasil pengamatan selama 15 hari (piantan), yakni (So, K1, S2, M2, O1, P1, N2, M4, dan MS4). Selain itu data konstanta tersebut dapat menentukan tipe dan tanggung pasut pada daerah lokasi studi.
A.      Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang
Untuk menghitung angkutan sedimen dan prediksi perubahan garis pantai, maka perlu diketahui karakteristik gelombang pecah, arus sejajar pantai dan sifat-sifat sedimen. Arus sejajar pantai dapat diperoleh dari karakteristik gelombang pecah, sedangkan gelombang pecah dihitung berdasarkan tinggi gelombang yang terjadi di perairan dalam, tinggi gelombang di perairan dalam dihitung melalui parameter angin permukaan dengan menggunakan metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) ((U.S. Army Corps of Engineers 2006).
Sebelum melakukan perhitungan tinggi dan perioda gelombang, maka terlebih dahulu dilakukan analisis data angin dan perhitungan panjang fetch. Untuk menentukan kecepatan angin dominan, maka dilakukan pemisahan angin-angin yang dapat membangkitkan gelombang. Menurut metode SMB, angin yang dapat membangkitkan gelombang di laut adalah angin yang mempunyai kecepatan lebih atau sama dengan 10 knots. Kemudian dilakukan perhitungan persentase dari setiap arah pada tiap bulan selama suatu periode pengamatan. Arah angin tersebut merupakan arah datang gelombang. Berdasarkan orientasi garis pantai daerah penelitian, maka arah angin yang dapat membangkitkan gelombang adalah angin yang datang dari arah barat, barat daya dan selatan.
1)      Koreksi terhadap angin
Data angin yang digunakan dalam rangka prediksi gelombang adalah data angin yang diukur di darat dan data angin pemodelan di laut. Sebelum digunakan dalam perhitungan prediksi tinggi gelombang, maka data angin diperoleh terlebih dahulu dikoreksi. Adapun koreksi yang dilakukan adalah :
  • Koreksi ketinggian
  • Koreksi kecepatan angin rata-rata untuk durasi 1 jam
  • Koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut
  • Koreksi stabilitas
2) Panjang fecth
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
  1. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis lurus.
  2. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin menyebar dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
  3. Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan angin dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
  4. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai. 
A.      Transformasi Gelombang
Gelombang yang merambat menuju pantai mempunyai kecepatan yang bervariasi sepanjang garis puncak gelombang yang bergerak dengan membentuk sudut terhadap garis kedalaman laut. Variasi kecepatan rambat gelombang ini disebabkan karena gelombang di laut dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang di laut yang lebih dangkal. Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur kedalaman laut.

B.    Transformasi Gelombang Menggunakan Model RCPWave
Selain hasil analisis dengan menggunakan persamaan empiris di atas, penelitian ini juga menggunakan model RCPWave sebagai solusi numerik dalam penyelesaian proses transformasi gelombang yakni untuk proses refraksi dan difraksi (Bruce et al. 1986). Model ini berisi suatu algoritma yang dapat memperkirakan kondisi gelombang dalam surf zone, sehingga model gelombang pecah dapat dibuat pada dua dimensi horizontal.
Aplikasi program ini dengan memasukkan model input data berupa tinggi, periode, dan arah gelombang laut dalam (Ho, To, dan θo). Model input juga memasukkan spesifikasi kontur kedalaman dasar pada grid (matriks). Variabel sudut gelombang lokal, sudut gelombang air dalam dan sudut kontur kedalaman dalam model ini didefinisikan pada Gambar 5.10.
Input data angin berdasarkan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang. Jumlah grid yang digunakan sebanyak [75,75],  karena semakin banyak grid  yang  dibuat  maka semakin besar tingkat ketelitiannya. Output dari model ini terdiri dari dua, yakni FNPRNT berupa data hasil gelombang secara keseluruhan yang terdiri dari data kedalaman, sudut gelombang, tinggi gelombang, bilangan gelombang, dan indeks pecah gelombang pada setiap grid, dan savespec berupa data muka gelombang dalam satu baris tertentu.
Hasil analisis dari RCPWave ini akan divisualisasikan melalui program Surver dan ArcView untuk memudahkan dalam analisis deskriptif.
Gambar E.2.     Definisi Sudut Dalam Model. (Keterangan: θo = sudut gelombang laut dalam; θ  = sudut gelombang lokal; θc   = sudut kontur  daerah  off-shore; di = kontur kedalaman ke-i, i = 1,2,3,... dst)
C.     Pola Arus
1)      Pola Arus
Pola arus selama tiga kali siklus pengukuran pasang surut akan digambarkan dengan software surfer. Dari gambar yang dihasilkan ini akan diperoleh bagaimana bentuk pola arus pasang surut di lokasi studi.
2)      Kecepatan Arus di Pantai
Kecepatan arus di pantai dihitung dengan menggunakan persamaan Longuet-Higgins (1970) dalam CERC (1984) yaitu:

3)      Model Pola Arus
Model ini untuk melihat sirkulasi arus pantai di sekitar buangan air panas (outlet).  Model pola arus dibangun dengan menggunakan MIKE 21 versi 2007 yang dikembangkan oleh DHI Water and Environment, Denmark atau SMS (Surface Modeling System).  Persamaan yang digunakan pada model ini adalah persamaan kontinuitas dan persamaan momentum dengan perata-rataan kedalaman.  Model ini menggunakan pendekatan metode beda hingga (finite difference) untuk menyelesaikan persamaan yang digunakan.  Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:



1.       Analisis Data Kualitas Air
Data kualitas air yang diperoleh di lapangan akan dianlisis dilaboratorium dengan metode stndar baku. Adapun parameter dan metode analisis yang digunakan, sebagaimana disajikan pada Tabel  5.6, berikut:
Tabel E.4. Parameter Kualitas Air, Sedimen dan Khlorofil Laut
No
Parameter
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
A.
Fisika



1
Zat padat tersuspensi (TSS)
mg/l
Gravimetrik
Timbangan analitik
B.
Kimia



1
COD
mg/l
Titimetrik Bauman
Titrasi
2
BOD5
mg/l
Titimetrik Winkler
Titrasi BOD
3
Amonia total  (NH3-N) 
mg/l
Spektrofometrik
Spektrofotometer
4
Fosfat (PO4-P)
mg/l
Spektrofometrik
Spektrofotometer
5
Nitrat (NO3-N)
mg/l
Spektrofometrik
Spektrofotometer
6
Nitrit
mg/l
Spektrofometrik
Spektrofotometer
7
Sulfida (H2S)
mg/l
Spektrofometrik
Spektrofotometer
C
Sedimen dan Biologi




Fraksi Sedimen

Pipet
Sieve Net

2.       Analisis Data Sedimen
Data sedimen yang diperoleh di lapangan dianalisis dengan cara ayakan metode sieve net yang mengikuti prosedur ASTM (American Society for Testing and Material). Kemudian data ukuran butir sedimen dihitung dengan memplot prosentase berat kumulatif terhadap diameter sedimen pada kertas semilog. Berdasarkan plot ini, maka dapat ditentukan nilai diameter sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan, maka jenis sedimen di lokasi penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 5.6.
3.       Analisis Angkutan Sedimen
Menurut Grant (1943) dalam U.S. Army Corps of Engineers (2003) angkutan sedimen di pantai merupakan hasil kombinasi dari angkutan sedimen akibat gelombang dan angkutan sedimen akibat arus. Dalam penelitian ini, perhitungan angkutan sedimen yang digunakan adalah angkutan sedimen akibat gelombang dan angkutan sedimen akibat arus. Besar angkutan sedimen akibat gelombang dapat dihitung melalui persamaan :



1.       Bio-Ekosistem
A.      Terumbu Karang
No.
Kondisi  Terumbu Karang
Persentase
Tutupan Karang Hidup (%)
1.
Sangat Bagus
75-100
2.
Bagus
50-74,9
3.
Sedang
25-49,9
4.
Rusak (jelek)
0-24,9
B.      Ikan Karang
Data ikan karang yang teramati dihitung nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), keseragaman (E) dan dominansi Simpson (C).
Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/genus ikan dalam suatu komunitas ikan (Odum 1971).  Indeks keragaman (Odum 1971; Krebs 1985 in Magurran  1988) dihitung dengan rumus  :

Dimana:       H'           =  indeks keanekaragaman;
                    s            =  jumlah genus karang;           
                    pi           = proporsi jumlah individu pada spesies ikan.
                   In         =  Logaritma natural (digunakan untuk komunitas ikan karena ikan merupakan biota yang mobile (aktif bergerak), memiliki kelimpahan relatif tinggi dan preferensi habitat tertentu.
Penentuan indeks keanekaragaman berdasarkan kriteria berikut :
Tabel E.7. Kriteria  Keanekaragaman Populasi Ikan
Indeks Keanekaragaman (H’)
Keanekaragaman Populasi
£ 2.0
Rendah
2.0 < H' £ 3.0
Sedang
> 3.0
Tinggi
Indeks keseragaman (E) akan menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan.  Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. 
Berikut rumus yang digunakan  :

Dengan:      H'  max = indeks keanekaragaman maksimum = ln S.
Penentuan indeks keseragaman berdasarkan kriteria berikut :
Tabel E.8. Kriteri  Keseragaman untuk Menentukan Kondisi Komunitas
Indeks Keseragaman (E)
Kondisi Komunitas
0.0 < C £ 0.5
Tertekan
0.5 < C £ 0.75
Labil
0.75 < C £ 1.0
Stabil
Nilai indeks keseragaman dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominasi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. 
Dominasi suatu spesies (C) yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau tertekan, rumusnya (Odum 1971; Simpson 1949 dalam Magurran 1988):
Penentuan dominansi spesies (C) didasarkan kriteria seperti yang ditampilkan Tabel E.9 di bawha ini :
Tabel E.9. Dominasi Suatu Spesies
Indeks Dominasi (E)
Dominasi Spesies Ikan
0.0 < C £ 0.5
Rendah
0.5 < C £ 0.75
Sedang
0.75 < C £ 1.0
Tinggi

A.      Lamun
Data penutupan vegetasi lamun dapat dianalisis dengan menggunakan kategori Braun-Blanquet (1965). Skala kategori penutupan vegetasi lamun disampaikan pada Tabel E.10. di bawah ini :

Tabel E.10.     Skala Kategori Penutupan Vegetasi Lamun Menurut Braun-Blanquet (1965)
Skala
Penutupan vegetasi
lamun (%)
Kategori Kondisi
5
76 - 100
Asli/Utuh
4
51 – 75
Bagus
3
26 – 50
Sedang/Terganggu
2
5 – 25
Jarang/Tereksploitasi
1
0 - 4
Sedikit/Rusak

A.      Mangrove
Kerapatan Jenis (Di), yaitu jumlah tegakan jenis I dalam suatu unit area.
Di = ni / A
Kerapatan Relatif Jenis (RDi), yaitu perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (ån).
RDi = (ni/ån) x 100
Frekuensi Jenis (Fi), yaitu peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh/plot yang diamati.
Fi = pi / åp
Frekuensi Realtif Jenis (Rfi), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (åF).
RFi = (Fi/åF) x 100
Penutupan Jenis (Ci), yaitu luas penutupan jenis i dalam suatu unit area.
Ci = åBA / A
Penutupan Relatif Jenis (RCi), yaitu perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (åC)
RCi = (Ci / åC) x 100
Jumlah nilai kerapatan realtif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan realtif jenis (RCi) menunjukan Indeks Nilai Penting (INP) :
INP = RDi + RFi + RCi
Keragaman yang diwujudkan dalam indeks keragaman adalah suatu penggambaran yang berdasarkan nilai penting jenis dalam komunitas. Indeks keragaman yang digunakan disini adalah indeks keragaman Shannon (English, et al, 1994)
H’ = – å i log Pi = – åni / N log ni / N
Untuk ekosistem selain dengan pengukuran langsung juga akan dibandingkan dengan hasil analisis citra satelit maupun data-data hasil pengukuran yang pernah dilakukan di lokasi studi seperti data dari DKP, RTRWP atau instansi lainnya.
B.      Plankton
Kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus :
N = n x Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x 1/P
Keterangan :       N       =    Kelimpahan plankton (individu/liter)
                            n        =    Jumlah plankton yang tercacah (individu)
                            Vr       =    Volume botol sampel plankton hasil saringan (ml)
                            Vs      =    Jumlah air yang disaring oleh jaring plankton (l)
                            Oi       =    Luas gelas penutup (mm2)
                            Op      =    Luas lapangan pandang (mm2)
                            Vo      =    Volume 1 tetes air contoh (ml)
                            P        =    Jumlah lapangan pandang
Keragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus :
  H’      = - S pi ln pi;  pi = ni/N   (Odum 1963)
Keterangan :       H’       =    Indeks keragaman Shannon-Wiener
                            ni       =    Jumlah ideks jenis ke-i
                            N       =    Jumlah totoal individu seluruh jenis
Indeks keseragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus :
E’ = H’/H’maks; H’maks =ln S
Keterangan :       E’       =    Indeks keseragaman (Evennes)
                            S        =    Jumlah taksa/apesies/jenis

C.        Metode Pendugaan Potensi (Stock Assessment) dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap
Pendugaan potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan tangkap dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan oleh Schaefer (1968), yakni dengan cara menganalisis hubungan antara upaya penangkapan (Effort;F) dengan hasil tangkapan persatuan upaya (Catch Per Unit Effort;CPUE). Dari analisis tersebut akan diperoleh nilai dugaan potensi tangkapan yang dinyatakan sebagai nilai potensi lestari maksimum berlanjut (Maximum Sustainable Yield; MSY).
a.    Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY)
Pendugaan MSY dilakukan dengan metode Schaefer (1968) yaitu dengan cara meregresikan dugaan CPUE dengan total upaya (f). Analisis data untuk menghitung nilai MSY menggunakan rumus model Schaefer sebagai berikut :


Model Schaefer di atas menunjukkan suatu hubungan  Linear yang diperoleh dengan cara memplotkan CPUE terhadap effort (f) sedangkan a dan b adalah intercept dan koefisien regresi dari hubungan linier tersebut.
Hubungan antara CPUE, hasil tangkapan (Catch;C) dan upaya (Effort;t) untuk model Schaefer sebagai berikut :
1. Hubungan antara CPUE dengan f
 CPUE = a – bf
2. Hubungan antara Catch dengan f
  Catch = af bf2
a.    Standarisasi Alat Tangkap
Untuk memperoleh jumlah upaya (effort), maka masing-masing alat tangkap dikonversi ke alat tangkap standar yaitu melalui indeks daya tangkap (Fishing Power Index; FPI). Hal ini dilakukan sebagai upaya standarisasi alat tangkap. Alat tangkap standar mempunyai nilai indeks daya tangkap (Fishing Power Index; FPI) lama dengan satu, dan alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang memiliki nilai CPUE tertinggi untuk kelompok jenisnya. Untuk pendugaan MSY ini dipisahkan antara potensi lestari ikan pelagis dan potensi lestari ikan demersal, data yang digunakan diperoleh dari data produksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten.
7.   Analisis Potensi Kelautan, Perikanan dan Kepariwisataan
Analisis potensi kelautan, perikanan dan kepariwisataan, meliputi :
a)      Identifikasi obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata yang meliputi: kegiatan-kegiatan perikanan (produksi-pengolahan-pemasaran), jasa kelautan, ekosistem pesisir.
b)      Identifikasi kunjungan wisata ke obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata (kegiatan perikanan, jasa kelautan dan ekosistem pesisir).
c)      Analisis potensi pengembangan obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata
d)      Analisiis peluang pasar wisata dan proyeksi kunjungan wisatawan ke obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata.
e)      Analisis interaksi/hubungan antar obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata.
f)        Analisis paket kunjungan wisata ke obyek-obyek dan lokasi-lokasi pariwisata meliputi skala atraksi dan lokasi, waktu kunjungan wisata dan akomodasi wisata.
Setelah selesai dilakukan analisis terhadap data pengukuran lapangan maka tahap selanjutnya adalah :
1.       Penyusunan arahan pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil.  Penyusunan arahan pemanfaatan sumberdaya merupakan tahapan terakhit dari kegiatan identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil. Arahan pemanfaatan sumberdaya merupakan hasil dari kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau, dimana setiap bagian dari wilayah daratan dan perairan di sekitar pulau yang berpotensi untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu prtlu disusun rekomendasi pemanfaatannya berdasarkan potensi sumberdaya yang ada dan
2.          Arahan Pengembangan/Rencana Aksi PPK, meliputi :
pengembangan pulau-pulau kecil dari berbagai bidang (lingkungan dan masyarakat), berupa:
§  Rehabilitasi mangrove
§  Rehabilitasi terumbu karang
§  Penanaman vegetasi pantai
§  Kebutuhan sarana dan prasarana dasar untuk pengembangan pulau-pulau kecil
§  Kebutuhan saran produksi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (jenis usaha, skala usaha, tipe dan jumlah sarana produksi)
§  Potensi pengembangan sumberdaya pulau (optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pulau untuk meningkatkan kualitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
E.2.4.     Penyelesaian dan Pembuatan Peta Akhir.
Untuk penelitian ini hasil akhir berupa Peta arahan dan identifikasi potensi sumberdaya.   Proses pembuatan peta yang merupakan salah satu output kegiatan, secara umum dibagi atas dua bagian, yakni : i). pengolahan citra satelte, dan ii). pengolahan data spasial. Sumber data dan informasi untuk informasi spasial ini dapat berasal dari beberapa sumber, tergantung dari kedalaman informasi yang diinginkan. Tabel berikut menunjukkan beberapa sumberdata untuk pemetaan yang dapat digunakan dalam rangka penyusunan data spasial.
Data citra satelit terbagi beberapa jenis yang masing-masing mempunyai karakteritik dan resolusi yang berbeda, resolusi citra satelit sangat menentukan dalam proses interpretasi dan analisis data spasial. Makin kecil resolusinya makin besar tingkat kedetailan hasil pengolahan dan analisis data yang akan dihasilkan. Pada umumnya data kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil membutuhkan citra satelit :
§   Landsat 7 ETM dan NOAA, dengan resolusi sampai 20 meter, digunakan untuk menentukan karakteristik air laut;
§   Alos, dengan resolusi 2,5 meter;
§   Spot 4, dengan resolusi sampai 10 meter;
§   Spot 5, dengan resolusi sampai 2,5 meter;
§   Ikonos, dengan resolusi sampai 1 meter;
§   Quickbird, dengan sampai resolusi 60 centimeter.
Pengolahan data citra satelit dilakukan dengan tahapan-tahapan : koreksi metadata, koreksi geometrik, koreksi radiometrik, intepretasi obyek citra sesuai dengan konposit warna pada citra, deliliasi dan digitasi hasil intepretasi citra dengan menggunakan sofware pengolah citra, misalnya Arcgis, Er Mapper dan PCI Geomatic (sebagaimana dijelaskan pada tahapan sebelumnya).
Pengolahan data spasial dilakukan dengan tahapan :
1.     Penyusunan data, yaitu tahap menyusun dan merapikan data sesuai dengan urutan lokasi atau tempat;
2.     Pemberian referensi geografi atau memberikan koordinat lintang dan bujur sesuai dengan letak dipermukaan bumi;
3.     Klasifikasi atribut data yang sudah ada sesuai dengan karakteritik kajian yang akan dilakukan;
4.     Pembuatan layer atau thema dalam peta yang dapat berbentuk titik (point), garis (line/polyline),luasan (polygon) serta memberikan;
5.     teks (nama/keterangan layernya);
6.     Penentuan tematik apa yang akan dihasilkan dari peta yang akan dibuat, hal ini untuk membagi dan menggabung layer atau tema yang saling berhubungan dengan tema atau judul peta yang akan dihasilkan;
7.     Analisis data spasial, yaitu suatu tahapan menentukan spasial data untuk menghasilkan tema atau judul peta yang akan kita hasilkan, tahapan ini dapat dilakukan dengan berbagai proses yaitu :
  • Melakukan tumpang susun atau overlay.
  • Melakukan Query atau memilih daerah tertentu berdasarkan atribut datanya.
  • Melakukan Buffer yaitu menentukan suatu daerah berdasarkan jarak tertentu dari obyek tertentu.
  • Melakukan analisa jaringan yaitu menentukan jarak terpendek dari dua titik, menentukan rute efektif.
  • Melakukan analisis data spasial 3 Dimensi
  • Melakukan analisa perubahan yaitu menentukan perubahan geometrik maupun semantik obyek di permukaan bumi lebih mudah dilakukan.
8.     Pembuatan dan penyusunan layout peta yang akan dicetak kedalam bentuk hardcopy atau digital, hal ini disesuaikan dengan luasan kajian wilayah dan skala pada peta, standart layout peta dengan ukuran kertas A3 tetapi untuk peta yang lebih detail dan wilayah kajiannya luas dapat dibuat layout peta dengan ukuran A0.
Model penyusunan peta tematik berdasarkan beberapa tema-tema kebutuhan data spasial dalam format peta disajikan pada gambar-gambar berikut ini: 

E.3.   Rencana Kerja
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku dan Sulut,  maka diperlukan suatu rencana kerja yang matang dan terkordinir serta sesuai dengan waktu yang diberikan.
Berdasarkan tahapan dan metodologi yang diusulkan, maka berikut diusulkan Rencana program kerja konsultan dalam rangka menyelesaikan tugas:
1.     Tahap Persiapan,  yaitu tahap melengkapi administrasi untuk mengumpulkan data, penentuan peralatan yang dibutuhkan ke lapangan, tahap penentuan tempat dan personal yang menjadi sumber mengumpulkan data, serta diskusi pendahuluan internal Tim dalam rangka review rencana kerja dan pengenalan awal kondisi dan karakteristik lokasi kegiatan. Kegiatan ini akan diselesaikan selama 15 hari atau minggu ketiga setelah ditandatanganinya SPMK.
2.     Tahap Pengumpulan Data Sekunder, yaitu tahap pengumpulan data-data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian di lokasi studi. Data-data tersebut berupa pemanfaatan sumberdaya dan isu-isu perencanaan, serta pengumpulan bahan peta dasar (data bentang alam laut dan daratan), analisis citra satelit Landsat.
3.     Tahap Pembuatan dan Presentasi Laporan Pendahuluan, berdasararkan pengumpulan data sekunder dan selanjutnya dilakukan presentasi laporan pendahuluan dihadapan tim pokja dan tim teknis yang bertujuan untuk mensosialisasikan hasil-hasil identifikasi potensi sampai pada tahap Laporan Pendahuluan, dimana sosialisasi ini dimaksudkan untuk menjaring masukan dan perbaikan data maupun informasi.
4.     Tahap Identifikasi Potensi Wilayah, yaitu tahap identifikasi potensi pengembangan wilayah yang dilakukan melalui survey lapangan untuk pengumpulan data yang belum tersedia dalam rangka identifikasi dan pemetaan potensi pulau.
Kegiatan survey lapangan akan dilakukan dengan sampling langsung di tiap stasiun yang ditentukan sebelumnya dan pengambilan sampel melalui wawancara terstruktur terhadap semua stakeholder terkait.  Wawancara bias dilakukan dengan beberapa cara tatap muka langsung maupun FGD.
5.     Tahap Penyusunan dan Verifikasi Data yaitu tahap penilaian jumlah dan kualitas data yang sudah dikumpulkan apakah sudah benar dan sesuai dengan yang dibutuhkan dan menyusun data sesuai kriteria yang dibutuhkan pada tahap pengolahan data.
6.     Tahap Penyusunan Katalog Informasi Sumberdaya yaitu tahap penyusunan data-data yang telah diperoleh di lapangan baik data sekunder maupun data lapangan yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya fisik/buatan, sumberdaya sosial dan sumberdaya manusia.
7.     Tahap Pengolahan Data. Data yang telah dikumpulkan perlu dicek keabsahannya, kejelasan sumber datanya, tahun publikasi data dan judul publikasi data yang dijadikan rujukan. Jika terdapat banyak data yang tidak bisa di-input ke dalam Format Tabel mungkin karena ketiadaan data, perlu dijelaskan dalam bentuk narasi atau tabel mengapa data tersebut tidak ada dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengumpulkannya. Proses pengolahan data meliputi : Inventaris dan Kompilasi data, Klasifikasi data, Korelasi data, Referensi geografis data.
Sistem pengolahan data yang dilaksanakan adalah system berbasis data dengan model hirarki. Sistem basis data hirarki ini mudah dikembangkan dan diperbarui. Model basis data hirarki adalah model basis data yang mendukung struktur record yang berhirarki yang diorganisasikan dalam file pada berbagai tingkatan yang memiliki hubungan dengan tingkatan tersebut.
8.     Tahap Analisis Data : Agar data dapat digunakan sebagai bahan informasi yang dibutuhkan untuk identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil di 8 pulau,  maka data mentah (raw data) perlu dianalisis sesuai dengan metode analisis masing-masing jenis data.
9.     Penyusunan Laporan dan Profil masing-masing Pulau
Laporan hasil kegiatan identifikasi danpemetaan potensi pulau-pulau kecil dibuat dalam bentuk laporan hasil kegiatan dan profil pulau yang berisi informasi menganai kondisi pulau yang telah diidentifikasi dan dipetakan potensinya.
§  Tahapan Pelaporan terdiri dari:
a.   Laporan Pendahuluan;
b.   Laporan Kemajuan, dan
c.   Laporan Akhir
§  Pembahasan Laporan.  Pembahasan dari setiap laporan akan dilaksanakan di Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil yang melibatkan Tim Teknis dan Pejabat Eselon II,III,IV dan staf lingkup Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil
10.  Penyempurnaan dan Penyerahan Dokumen Akhir
Setelah draft laporan Akhir kegiatan telah disepakati oleh semua pihak maka disusunlah laporan akhir dari kegiatan ini yang merangkum keseluruhan rangkaian proses, data dan informasi, analisis yang dilakukan sejak awal.
Penyempurnaan Dokumen Akhir akan diselesaikan dan diserahkan kepada pemberi pekerjaan pada akhir minggu ketiga.
E.4.  Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan
Dalam upaya mencapai hasil pekerjaan tepat waktu dengan kualitas yang baik, maka dalam pekerjan  ini diperlukan struktur organisasi pelaksana dan tata laksana yang baik dan efisien. Organisasi dan tata laksana ini harus jelas menggambarkan hubungan antara pihak pemberi kerja, perusahaan konsultan perencana serta tim pelaksana. Di dalam pelaksanaannya, hubungan ini harus disertai dengan pola koordinasi yang baik, sehingga proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kemungkinan permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam pekerjaan dapat terselesaikan. Di dalam struktur organisasi pelaksana pekerjaan sebagaimana yang disajikan pada Gambar di bawah ini, semua personil yang terlibat adalah tenaga ahli profesional di bidangnya dengan kualifikasi sesuai yang disyaratkan dalam KAK.

E.5.   Personil Pelaksana
A.         Tenaga Ahli
Tenaga Ahli merupakan tenaga-tenaga pelaksana utama yang akan bekerja sesuai dengan jadwal waktu pekerjaan yang telah ditetapkan selama pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan rasionalitas dan kebutuhan komponen-komponen kegiatannya, maka jumlah tenaga ahli yang akan terlibat dalam implementasi, sebanyak 6 (enam) orang.  Komposisi tenaga ahli tersebut adalah sebagai berikut :
1.     Ahli Lingkungan (Team Leader)                 : Arief Budi Purwanto, S.Pi, M,Sc
2.     Ahli GIS                                                      : Adnan Saleh
3.     Ahli Sumberdaya Kelautan/Perikanan       : Ir. Puji Dwi Antono, M. SE
4.     Ahli Sosial Ekonomi                                   : Omar Abdallah Arifuddin, S.P. M.Si
5.     Penyelam dan Asisten Penyelam              : Hartono, S.Kel
6.     Pengolah Data                                           : Lilik Yuliantara
B.         Uraian Tugas dan Tanggungjawab
Tugas dan tanggung jawab masing-masing personil untuk Identifikasi dan Pemetaan Potensi Pulau-pulau Kecil di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku adalah sebagai berikut :
1.     Ahli Ekologi/Lingkungan
Tugas dan Tanggung Jawab:
§  Bertanggung jawab kepada Koordinator Tim dalam pelaksanaan pekerjaan;
§  Melakukan survey dan pendataan kondisi fisik khususnya kondisi lingkungan;
§  Melakukan identifikasi lokasi-lokasi yang mengalami degradasi lingkungan akibat pencemaran dan pengrusakan oleh manusia
§  Melakukan analisis tentang daya dukung lingkungan berdasarkan kamampuan fisik dasar
§  Melakukan analisis dalam menetapkan program sektor lingkungan dalam kerangka pengembangan wilayah didasarkan pada potensi dan kendala yang ada
2.     Ahli Remote Sensing (GIS)
Tugas dan Tanggung Jawab :
§  Bertanggung jawab kepada coordinator Tim dalam pelaksanaan kegiatan
§  Melakukan survey dan pendataan kondisi fisik khususnya menyangkut asprk fisik dasar (topografi, geomorfologi, dsb) dan potensi SDA di pulau-pulau kecil
§  Melakukan analisis terhadap kondisi pulau kecil ke dalam peta
§  Melakukan analisis tentang daya dukung lingkungan berdasarkan kemampuan sumberdaya yang ada di pulau-pulau kecil
3.     Ahli Sosial Ekonomi Perikanan
Tugas dan Tanggung Jawab :
§  Melakukan survey/pencarian data social ekonomi perikanan dan menganalisa data social ekonomi yang diperlukan
§  Menyusun /menyiapkan data sosial ekonomi yang relevan dalam analisa yang diperlukan
§  Membantu ketua tim dalam menyusun laporan dan analisa yang diperlukan.
4.     Ahli Sumberdaya Kelautan/Perikanan
Tugas dan Tanggung Jawab :
§  Mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan kajian aspek kelautan.
§  Melakukan analisa potensi kelautan.
§  Menyusun Strategi Pengembangan Kelautan pada Wilayah Studi
§  Member masukan dalam penyusunan pengemabangan potensi kelautan untuk wilayah studi.
§  Bersama Tenaga Ahli lainnya merusmuskan rencana tindak (action plan) penanganan pada lokasi studi, khususnya yang menyangkut bidangnya.
§  Bertanggung jawab terhadap kualitas pekerjaan kepada ketua tim.
5.     Penyelam dan Asisten Penyelam
Tugas dan Tanggung Jawab :
§  Melakukan survey bawah air terkait potensi sumberdaya perikanan
§  Melakukan analisis sumberdaya perikanan seperti jenis dan kelimpahan ikan, terumbu karang, lamun dan sumberdaya hayati lainnya.
§  Membantu ketua tim dalam analisa sumberdaya bawah air dalam perencanaan pengembangan kedepan.
6.     Pengolah Data
Tugas dan Tanggung Jawab :
§  Membantu bersama tenaga ahli lainnya dalam pengolahan data untuk kelancaran penyusunan laporan
§  Dibawah kordinasi Ketua Tim bekerjasama dengan tenaga ahli lainnya menyusun rencana kerja dan kerangka laporan
§  Memfasilitasi komunikasi dan informasi antara tim teknis dan tenaga ahli
§  Mengumpulkan studi-studi terdahulu
§  Memberikan informasi isu dan permasalahan wilayah perencanaan
§  Membantu menyusun kerangka survey dan Peta Kerja berdasarkan data hasil survey lapangan
§  Membantu dalam survey lapangan
E. 6. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Waktu yang diperlukan dalam pekerjaan ini adalah 3 bulan kalender, sebagaimana pada Tabel E.11. sebagai berikut.

E.6.  Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Tabel E.11.  Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Identifikasi dan Pemetaan Potensi Pulau-pulau Kecil
No
Uraian Pekerjaan
BULAN 1
BULAN 2
BULAN 3
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Persiapan












1.1
Koordinasi Tim dan Pengurusan Administrasi Proyek












1.2
Penyiapan dan Pemantapan Personil












1.3
Merumuskan Strategi dan Metode Survei












1.4
Merumuskan Program Kerja












1.5
Penyusunan Kuisioner












1.6
Studi Literatur












2
Observasi












2.1
Desk Study












2.2
Penyiapan data dasar (peta)
2.3
Digitasi peta dasar (Pengolahan data (peta))
2.4
Interpretasi Citra Landsat 7 ETM+  dan Penentuan Lokasi Sampling












3
Tahap Identifikasi Potensi Wilayah (Survey)












3.1
Persiapan Alat Survei Lapangan












3.2
Pengumpulan tambahan data sekunder












3.3
Survey lapangan












4
Tahap Penyusunan Katalog Informasi Sumberdaya












4.1
Kompilasi data hasil pengumpulan dan pengukuran lapangan












4.2
Pengecekan kelengkapan data












4.3
Review pendahuluan tentang cakupan isi data












4.4
Pengolahan Citra












4.5
Pengetikan, editing dan digitalisasi data dalam format file












4.6
Pengolahan Data












4.7
Pengolahan data tabular












4.8
Pengolahan data deskriptif











4.9
Georeferensi data tabular dan informasi untuk database peta











5
Analisis Data












5.1
Analisis data-data teknis











5.2
Proses overlay peta











6
Pelaporan












6.1
Pembahasan Laporan Akhir












6.2
Penyusunan Arahan Pemanfaatan potensi dan pemetaan pulau












6.3
Penyusunan arahan pengembangan / Rencana PPK












6.4
Penyempurnaan Laporan












6.5
Penyerahan Laporan












Tidak ada komentar:

Posting Komentar